Frensia.id- Lagu “Bagimu Negeri di Hari Kemerdekaan RI, sering dinyanyikan. Ternyata ada 3 konflik besar dalam proses penciptaannya. Tentu ketiganya, tidak menghilangkan refleksi luhurnya.
Dilansir dari berbagai sumber sejarah, lagu “Bagimu negeri memiliki sejarah panjang yang bukan hanya menjadi kenangan saat perlawanan masyarakat pribumi. Namun, juga pernah terjadi konflik dalam hal originalitas dan makna setiap baitnya.
Konflik Perlawanan Soekarno Pada Jepang
Lagu “bagimu negeri’ merupakan karya besar Kusbini atas permintaan Soekarno. Lagu ini menjadi polemik saat dinyanyikan pertama kali oleh Saridjah, dalam sebuah siaran radio militer Jepang. Pada masa itu, Kusbini dan Saridjah mengisi program musik untuk anak-anak.
Ketika lagu tersebut diputar di radio, pemerintah militer Jepang sempat terkejut mendengar liriknya. Lagu ini dianggap sensitif oleh pihak Jepang, yang khawatir liriknya dapat memicu semangat rakyat untuk bangkit dan memperjuangkan kemerdekaan.
Kusbini akhirnya dipanggil untuk memberikan penjelasan terkait maksud serta tujuan dari pembuatan lagu “Bagimu Negeri”. Jepang, yang saat itu berusaha menjaga kendali di Indonesia, melihat potensi lagu tersebut sebagai bentuk perlawanan tersembunyi melalui seni dan budaya.
Dikisahkan bahwa pra menyiarkan lagu “Bagimu Negeri,” Kusbini sebenarnya sudah berembuk dengan Bung Karno. Bung Karno meminta Kusbini menciptakan sebuah lagu yang dapat membangkitkan semangat nasionalisme.
Kusbini akhirnya berencana untuk menambahkan bait “Indonesia Raya”, Namun Sokarno tidak setuju. Baginya, kondisi di bawah kendali Jepang membuat kata-kata semacam itu terlalu berbahaya dan berpotensi memicu reaksi keras dari pihak penguasa.
Kusbini terdiam sejenak, mengangguk-angguk setuju. Ia menyadari bahwa saran Bung Karno memang sangat tepat. Setelah merenung dan mempertimbangkan dengan seksama, Kusbini akhirnya memutuskan untuk menggunakan kata “negeri” sebagai pengganti kata-kata Nagara Indonesia agar Dai Nippon tidak curiga.
Konflik Kusbini dengan Moejo Semedi
Sekitar tahun 1978, Kusbini digugatan dari Raden Joseph Moejo Semedi. Semedi yang mengklaim bahwa lagu “Bagimu Negeri” adalah hasil karyanya. Kusbini dianggap menjiplaknya. Judul aslinbya sebenarnya adalah “Padamu Negeri.”
Dalam tulisannya yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Lagu atau Musik di Luar Pengadilan,” yang diterbitkan dalam Jurnal Lex Jurnalica pada April 2014, Hendra Tanu Atmadja mengungkapkan bahwa Semedi mengklaim bahwa “Bagimu Negeri” adalah lagu yang ia ciptakan pada akhir tahun 1944 dengan judul “Padamu Negeri.”
Raden Joseph Moejo Semedi mengajukan gugatan setelah menonton wawancara Kusbini di TVRI, di mana Kusbini menyebut bahwa lagu “Bagimu Negeri” memiliki nuansa religius. Ia mengaku, lagu tersebut memang terinspirasi oleh musik gereja.
Kusbini, di sisi lain, menghadapi polemik ini dengan sikap tenang. Ia menegaskan bahwa ia tidak pernah mengenal atau memiliki hubungan dengan Semedi.
Dalam menanggapi gugatan tersebut, Kusbini membalikkan situasi dengan menunjukkan bukti-bukti yang mendukung klaimnya bahwa ia adalah pencipta aslinya. Akhirnya, Semedi memilih mengalah padanya.
Digugat Taufik Ismail
Pada awal tahun 2017, lagu ini kembali menjadi bahan perdebatan. Kali ini, penyair Taufik Ismail mengangkat isu terhadap lirik lagu ciptaan Kusbini tersebut. Taufik Ismail mengkritik liriknya yang dianggap mengandung unsur syirik, dengan argumen bahwa ungkapan “jiwa-raga kami” seharusnya hanya ditujukan untuk Tuhan, bukan untuk negeri atau negara.
Walau demikian, kritik yang disampaikan oleh Taufik Ismail tidak berlangsung lama. Nama Kusbini tetap dikenal dan dihargai, dan lagu “Bagimu Negeri” tetap memancarkan daya tarik emosional yang kuat setiap kali dinyanyikan. Lagu tersebut terus menjadi simbol kebanggaan dan semangat nasional yang tidak lekang oleh waktu.