Frensia.id Dunia hukum berduka, M. Yahya Harahap, seorang begawan hukum perdata telah meninggal dunia diusia 89 tahun. Duka mendalam ini turut dirasakan tidak hanya lembaga yudisial khsususnya keluarga besar Mahkamah Agung (MA). Pasalnya ia pernah menjadi Hakim Agung serta juga Ketua Muda Mahkamah Agung kamar pidana. Tentu hal tersebut menyisahkan duka yang mendalam mengingat dedikasi selama ia mengabdi dilembaga yudikatif.
Tentu tidak hanya itu kalangan Hakim Agung dan Badan Peradilan dibawah Mahkamah Agung yang merasakan duka kehilangan sang masestro hukum perdata ini. Namun kalangan akadimisi dan praktisi pun merasakan kehilangan sosok satu ini. Ia tidak hanya seorang hakim yang kesehariannya indetik dengan dunia peradilan lebih dari itu ia penulis buku hukum yang tidak sendikit dan bukunya menjadi primadona serta rujukan bagi kaum akademisi dan praktisi.
Sosok sang maestro yang lahir di Sipirok, Tapanuli Selatan Sumatera Utara ini lahir 18 Desember 1934. Ia menuntaskan pendidikan strata satu (S1) di fakultas hukum universitas Sumatera Utara tahun 1960. Kemudian tiga tahun setelahnya tahun 1963 ia menunstaskan strata (S2) dan meraih gelar mengister hukum. Memulai karir dilembaga peradilan sejak tahun 1961 sebagai hakim yang bertugas diberbagai daerah di Indonesia. Hingga akhirnya ia menjadi Hakim Agung pada tahun 1982 hingga 2000. Ia Gemar menulis sebelum manjdi hakim Agung dan selepas purnatugas sebagai Hakim Agung waktunya terus didedikasikan untuk menulis hingga melahirkan puluhan karya. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada Hari senin tanggl 22 Januari 2024.
Sebagai seorang hakim Agung yang cukup lama berprofesi menjadi hukim yahya Harahap tidak hanya menjalankan tugas sebagai seorang hakim yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman, memeriksa,memutus dan menyelesaika perkara, melaksanakan tugas pengawasan yang ditugaskan kepadanya, namun ia termasuk hakim yang istiqomah menulis dan membuat buku. Bahkan tiga buah karya bukunya oleh Dirjen badilang Mahkamah Agung tahun 2015 menjadi buku yang direkomendasikan untuk dibaca bagi aparatur Peradilan Agama khususnya para Hakim. Tiga buku tersebut pertama berjudul Hukum Acara Perdata : Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Buku ini cukup tebal karena buku ini mengurai secara rinci mengenai Gugatan, persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan putusan Pengadilan. Buku kedua dan ketiga berjudul Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata dan Kedudukan, kewenangan dan acara Peradilan Agama.
Menurut Dirjen Badilag buku-buku tersebut sangat berguna untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan aparatur Peradilan Agama. Bahkan membaca buku tersebut dapat meningkatkan kewibaan pribadi dan lembaga. Ini menunjukkan buah karya dan idenya menyimpan gagasan yang dalam dan dianggab mewarnai dunia peradilan secara khusus dan dunia hukum secara umum.
Sebagaimana manusia biasa YM. Prof. Yahya sudah tiada. Namun jika ukuran seseorang dianggab ada dan tiadanya pada sisi kebermanfaatan dan gugusan idenya yang terus menginspirasi jelas sebagai salah satu begawan hukum terbaik Indonesia ia tetap selamanya hidup. Selama ide, nalar, gagasannya dibaca, diteliti dan didiskusikan selama itu pula ia akan terus hidup. Ia akan terus hadir diruang-ruang kelas, diruang diskusi, diruang pengadilan sebab tidak mungkin rasanya bicara hukum tanpa membaca buku dan karya-karyanya. Selamat jalan Prof. Yahya Harahap, biarkan kami terus hidup dengan karya-karyamu.