Frensia.Id- Haji, sebagai rukun Islam tidak hanya dilihat dari forma (bentuk) jasmaniyah saja, namun penting juga dilihat dari rohaniah dan maliah secara sekaligus.
Ali Syariati dalam Makna Haji mengurai bahwa, ritual manasik haji sangat kaya akan makna simbolik. Dengan makna yang termuat didalamnya, manusia — jamaah haji — menyadari dirinya kembali kepada jari diri dan fitrah kemanusiaannya sebagaimana yang Allah ciptakan.
M. Arkoun melalui karyanya Membedah Pemikiran Islam menyebutkan memisahkan ibadah dengan mu’amalah atau aspek sosial menunjukkan sikap memahami fiqh secara tidak benar.Ibadah harus menciptakan moral individu supaya pelaksanaan ibadah tersebut berbuah manfaat bagi masyarakat.
Argumentasi Arkoun ini memberikan pesan pentingnya memahami ajaran Islam dengan fiqh yang hidup, fiqh yang tidak kosong dari makna yang tercaver dalam ibadah itu sendiri. Sebuah pemaknaan yang mampu memberi spirit bagi setiap muslim untuk menangkap pesan-pesan moral sosial.
Kaitannya dengan haji, salah satu bagian penting dalam pelaksanaan manasik haji adalah tahallul. Rukun haji ini tidak hanya dimaknai sebatas rukun, namun harus diselami secara mendalam makna dibalik manasik tersebut .
Tahallul dapat dipahami mencukur rambut setelah seluruh rangkaian haji selesai. Tahallul artinya menjadi halal atau boleh setelah dari sebelumnya diharamkan baginya melalukan berbagai hal saat berihram.
Artinya segala sesuatu yang diharamkan saat berhaji, sudah diperbolehkan saat jamaah haji setelah melaksanakan tahallul.
Tahallul ditandai dengan memotong rambut minimalnya 3 helai. Bagi laki-laki sunnah mencukur semua rambutnya , sementara bagi perempuan tidak dianjurkan demikian, cukup memendekkan sepanjang ujung jari saja.
Bagi yang orang tidak memiliki rambut baik karena bawaan, telah dicukur sebelumnya atau melakukan umrah setelahnya, disunnahkan baginya menjalankan alat cukur diatas kepalanya menyerupai orang yang mencukur rambutnya.
Ahmad Fauzan dalam Makna Simbolik Ibadah Haji Perspektif Ali Syariati, menyebutkan tahallul merupakan perwujudan rasa syukur dan menampakkan kegembiraan setelah selesai melaksanakan rangkaian ibadah haji.
Selain itu bukti syukur manusia dan kepatuhannya kepada perintah Allah dengan mengorbankan sesuatu yang amat disayangi yang direpresentasikan oleh mencukur rambut.
Tidak hanya itu, makna tahallul dalam takaran filosofisnya dimaknai sebagai upaya manusia mengeliminasi atau membuang dan menghapus pikiran yang kotor. Menegasikan ego atau sifat ke“aku”an dalam bernalar, berpikir dan beribadah, membuang ego diri yang suka menindas dan menyakiti orang lain khususnya status sosialnya yang lebih rendah.
Memotong rambut merupakan simbol untuk menghilangkan dosa dan kesalahan masa lalu serta menatap masa depan yang baik, berkemajuan dan lebih menebar manfaat.
Itulah makna hakekat tahallul, sehingga sekalipun tidak punya rambut tetap disunnahkan menjalankan alat cukur diatas kepalanya menyerupai orang yang mencukur rambutnya. Menanamkan bahwa bukan hanya rambut yang dipotong, namun cara berpikir yang tidak bersenda dengan ajaran Nabi Ibrahim as.
Tahallul memberikan pesan mendalam pentingnya menanamkan deegoisme, mengorbitkan pikiran positif yang pada akhirnya akan melahirkan sikap toleran, terbuka, dan peduli sosial. (*)
*Moh. Wasik (Penggiat Filsafat Dar al-Falasifah, Filsafat hukum dan Anggota LKBHI UIN KHAS Jember)