Frensia.id – Masjid Istiqlal, siapa tidak tahu tempat ibadah megah yang berdiri di jantung kota Jakarta dan menjadi masjid terbesar se Asia Tenggara. Bangunan tempat ibadah yang menyimpang kebanggaan di kancah internasional. Bukan hanya bangunannya, tapi spirit kemanusiaanya yang membuat dunia takjub dengan masjid yang dibangun Soekarno ini.
Masjid Istiqlal dibangun sebagai tempat ibadah umat Islam Indonesia, tetapi visinya yang lebih luas kini semakin terasa. Tidak hanya berfungsi sebagai rumah ibadah, sekarang masjid dengan kapasitas 200 ribu jamaah ini bertransformasi menjadi simbol kemanusiaan yang melampaui bata-batas agama dan kepercayaan.
Prof. Nasaruddin Umar Imam Besar masjid Istiqlal menyebutkan bahwa masjid Istiqlal adalah “rumah besar bagi kemanusiaan”. Pernyataan ini ia sampaikan di hadapan Paus Fransiskus, Pada 05 September 2024. Sebuah ungkapan yang mengandung pesan mendalam, dari sekadar tempat beribadah menjadi pusat dialog dan persatuan bagi umat manusia.
Bagi banyak orang, seperti masjid pada pemahaman umunya, barangkali hanya dipandang rumah ibadah. Sebuah ruang sakral tempat manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, mengakui kelemahan dan menaruh berjuta harapan serta cita-cita pada kekuatan yang maha kuasa. Sehingga tidak heran jika ada pihak keberatan dengan ‘kemesraan’ Paus Fransiskus dan Imam Besar Nasaruddin Umar, apalagi di “rumah Allah”.
Mungkin itu sebagai bentuk kehati-hatian mereka, agar tidak tercampur dua ajaran yang berbeda. Sikap demikian tidak salah, selama tidak menyalahkan sikap berlebihan, mengkafirkan dan melabelkan cap neraka. Sebab kenapa? Pertama, yang jelas kita bukan Tuhan yang punya kunci dan kendali tempat siksaan itu. Kedua, Imam Besar Nasaruddin Umar adalah ulama, cendikiawan muslim Indonesia dengan sekaliber pengetahuan dan ketawadhuanya, pasti paham betul batas-batas dalam agama.
Tida usah gusar, hal semacam ini bukanlah gagasan baru dalam sejarah agama, menekankan pentingnya toleransi dan menghargai perbedaan sebagai bagian dari kekayaan hidup. Ungkapan “humanity is only one” oleh Imam besar Nasaruddin Umar di depan Paus Fransiskus, menyimpan pesan masjid bukan lagi hanya milik satu golongan, tapi rumah besar bagi seluruh manusia. Pengakuan bahwa dibalik segala perbedaan yang tampak, ada kemanusiaan yang menyatukan manusia.
Paus Fransiskus sendiri dikenal dengan semangat dialog antaragama dan penekanan nilai-nilai kemanusiaan universal, semangat ini sejalan dengan pasan yang dibawa oleh masjid Istiqlal. Kunjungan Paus Fransiskus ke masjid Istiqlal menandai tonggak penting dalam sejarahnya. Perjumpaan yang menyimpan pesan hubungan harmonis antar agama dan menunjung semangat kemanusiaan.
Dalam dunia yang kerap dilanda perpecahan dan konflik, masjid Istiqlal menjadi mercusuar harapan, bahwa kemanusian tidak terbatas oleh agama, ras atau bangsa, manusia semuanya adalah satu kesatuan. Di dalam gema azan yang mengalun di tengah hiruk-pikuk ibu kota, Istiqlal terselip semangat yang melampaui ritual keagamaan, yakni spirit kemanusiaan (humanity is Only One).*
Moh. Wasik (Redaktur Frensia.id)