Oleh : M. Wasik el-Ahfas
Pernyataan Presiden tersebut mengangetkan dan disayangkan netizen, pengamat politik dan kubu paslon yang kemungkinan besar tidak didukung orang nomor satu di Indonesia tersebut. Pernyataan Jokowi pada media di pangkalan TNI AD Halim Perdanakusuma waktu itu dinilai memperkuat persepsi publik semakin sulit percaya Jokowi akan bersikap netral dilaga pilres 2024 mendatang. Diperkuat yang berlaga di pilres 2024 adalah putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. Tidak hanya itu pernyataan itu disampaikan saat ia bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, calon presiden yang besanding dengan sang putra presiden sebagai calon wakil presiden 2024.
Peristiwa tersebut membuat publik memutar ulang sikap Jokowi yang sejak awal memposisikan Netral. Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan sering kali menengaskan bahwa ia bersikap netral dilaga pilres 2024. Bahkan Kepala Negara itu menginstruksikan kepada para pemimpin daerah, Aparatur Sipil Negara hingga personel TNI-Polri, KPU untuk bersikap netral.
Sikap netralitas Jokowi tersebut saat ini dipertanyakan, dinilai tidak konsisten, dianggab kepanekan jokowi, melanggar aturan etika seorang pemimpin yang seharusnya netral bahkan Janji sikap netral sang prisden itu saat ini ditagih oleh publik. “Presiden harus netral supaya rakratnya tenang, bukannya bikin adem justru bikin panas suana” komen netizen @agushariwahyudi dalam kolom komentar ‘Video kompilasi Jokowi Tegaskan soal Netralitas kini sebut Presiden Boleh Kampaye bahkan memihak’ dalam kanal Yuotube Tribunnews.
Sikap publik yang menagih janji sikap netralitas Jokowi pada Pemilu khususnya pilpres 2024 itu hal yang wajar. Sekalipun dinilainya tidak melanggar aturan — meksi ini masih dalam perbebatan — Presiden Jokowi tentu akan lebih bijak jika bersikap netral. Hal tersebut bukan karena jika bersikap tidak netral ia dianggab menjilat air ludahnya sendiri namun pertimbangan yang lebih dari itu berupa tuntuntan etika yang harus dilakoninya.
Menjilat air ludah sendiri tindakan yang seseorang melakukan sesuatu atau mengambil keputusan yang berbanding terbalik dengan perkataannya sendiri. Dalam perspektif etika orang yang seperti ini akan dilabeli nagatif karena dianggabnya tidak memiliki pendirian yang kokoh tepatnya tidak bisa memengang perkataannya sendiri. Ia dinilai orang yang tidak tahu malu, plin-plan dan diklasterkan orang yang tidak berkomitmen terhadap ucapan atau pandanganya sendiri.
Tentu tindakan semacam ini harus dihindari terlebih oleh kepala negara yang setiap tindakanya menjadi sorotan publik. Dalam situasi apapun terlebih pada kontestasi demokrasi pilpres yang cukup riskan ini. Sebab itulah, alangkah bijak jika Presiden besikap netral dilaga pilpres 2024, selain karena menjaga etika atas ucapan netral yang seringkali dilontarkan, ia juga turut menjaga etika demokrasi. Cukuplah para paslon, timses, simpatisan dan pendukungnya yang ‘bertarung secara jantan’ untuk menjadi pemenang pilpres 2024.
- Penulis adalah Anggota Dar Al Falasifah Institut, LKBHI UIN KHAS Jember, Lakspekdam PCNU Jember
- Artikel ini merupakan pendapat pribadi dari penulis opini, Redaksi Frensia.id tidak bertanggungjawab atas komplain apapun dari tulisan ini.