Frensia.id – Konferensi Koordinator Cabang (Konkoorcab) Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Jawa Timur ke-XXV hadir di tengah krusialnya momentum peralihan kepemimpinan organisasi kader terbesar di lingkungan Nahdliyyin ini.
Di tengah gempuran zaman yang ditandai dengan disrupsi teknologi, tantangan geopolitik, serta krisis kepercayaan publik terhadap institusi, Konkoorcab bukan hanya panggung elektoral lima tahunan, melainkan juga instrumen penting untuk menegaskan arah dan nilai-nilai perjuangan organisasi.
Dalam momen regenerasi ini, munculnya figur Moh. Sai Yusuf sebagai salah satu bakal calon Ketua PKC PMII Jawa Timur patut dicermati secara kritis dan objektif. Ia bukan hanya membawa kredensial sebagai mantan Ketua Umum PC PMII Kota Malang, tetapi juga memikul gagasan yang menandai semangat perubahan struktural dan kultural dalam tubuh PMII. Dengan mengusung visi “PMII Berperan, Jawa Timur Berperadaban”, Sai Yusuf menawarkan narasi baru tentang arah gerakan kaderisasi yang lebih kontekstual dan partisipatif.
Riwayat Kepemimpinan: Malang sebagai Poros Pembentukan Karakter
Moh. Sai Yusuf menapaki tangga kepemimpinan PMII melalui jalur kaderisasi yang kuat dan konsisten. Sebagai Ketua Umum PC PMII Kota Malang, ia dikenal memiliki karakter kepemimpinan yang kolaboratif, komunikatif, dan terbuka terhadap dinamika pemikiran di kalangan kader.
Di bawah kepemimpinannya, PC PMII Malang tidak hanya memperkuat konsolidasi internal, tetapi juga aktif menyuarakan berbagai isu keumatan dan kebangsaan.
Malang sendiri sebagai kota pendidikan dan kota budaya, memiliki atmosfer yang subur untuk pertumbuhan intelektual dan militansi kader. Hal ini memberikan Sai Yusuf ruang strategis untuk mengeksplorasi berbagai pendekatan gerakan: dari penguatan tradisi akademik, advokasi sosial, hingga pengelolaan dinamika internal organisasi. Ia turut mendorong pengarusutamaan isu-isu transformasi digital, literasi media, hingga penguatan jejaring alumni sebagai sumber daya sosial yang strategis.
Visi “PMII Berperan, Jawa Timur Berperadaban”: Antara Imajinasi Sosial dan Konkritisasi Gerakan
Visi “PMII Berperan, Jawa Timur Berperadaban” yang dikedepankan Sai Yusuf bukanlah sekadar slogan normatif. Frasa tersebut merupakan artikulasi dari imajinasi sosial yang ingin mengangkat posisi PMII dari sekadar organisasi kader menjadi aktor strategis dalam proses pembangunan peradaban daerah. Kata “berperan” mencerminkan semangat proaktif dan kehadiran aktif PMII dalam seluruh sektor kehidupan sosial-politik, pendidikan, kebudayaan, hingga isu-isu kemanusiaan.
Sementara itu, istilah “berperadaban” menunjukkan orientasi jangka panjang yang mengarah pada pemajuan nilai-nilai humanisme, keadilan sosial, serta integrasi moralitas dalam kehidupan publik. Dalam konteks Jawa Timur sebagai wilayah yang kaya akan kompleksitas sosial dan warisan budaya, visi ini mengindikasikan perlunya PMII menjadi katalisator transformasi sosial yang berbasis nilai, bukan sekadar reaktif terhadap isu sesaat.
Kepemimpinan Transformatif: Menjawab Tantangan Struktural dan Kultural PMII
PMII sebagai organisasi kader memiliki dua tantangan utama: tantangan struktural dan tantangan kultural. Tantangan struktural meliputi persoalan regenerasi yang stagnan, birokratisasi organisasi, dan lemahnya konsolidasi lintas cabang.
Sementara itu, tantangan kultural mencakup krisis orientasi gerakan, dominasi politik transaksional dalam proses kaderisasi, serta absennya semangat kritis di kalangan kader.
Dalam berbagai kesempatan, Sai Yusuf menunjukkan sensitivitasnya terhadap tantangan-tantangan ini. Ia mengedepankan pentingnya restrukturisasi pola koordinasi antar-cabang dan zona wilayah untuk menguatkan konsolidasi ide dan gerakan.
Selain itu, ia juga mendorong upaya digitalisasi data kader, pelatihan kader berbasis kompetensi strategis, serta pembukaan ruang-ruang diskusi ideologis dan kultural untuk memperkuat basis gerakan berbasis nilai.
Partisipasi Alumni dan Solidaritas Generasional
Momentum pendaftaran Sai Yusuf yang didampingi oleh puluhan kader aktif dan alumni PC PMII Kota Malang menjadi penanda penting bahwa proses kaderisasi yang dilaluinya tidak semata-mata bersifat administratif, melainkan memiliki kekuatan afeksi dan ideologis.
Kehadiran alumni dalam barisan pendukungnya mencerminkan keterhubungan lintas generasi yang sehat dan produktif. Dalam konteks PMII, relasi antara kader dan alumni harus dikelola secara proporsional: sebagai mitra strategis, bukan dominasi struktural.
Dalam visi Sai Yusuf, partisipasi alumni akan difungsikan sebagai jejaring sosial dan sumberdaya yang memperkaya gerakan, baik melalui kolaborasi proyek sosial, pendampingan program kaderisasi, maupun koneksi strategis ke sektor-sektor profesional. Ini merupakan salah satu bentuk dari pendekatan transformatif yang tidak hanya melihat kader sebagai “hasil,” tetapi juga sebagai “agen” perubahan.
Harapan Baru: Membawa PMII dari Ruang Wacana ke Ranah Aksi
PMII Jawa Timur sebagai salah satu koordinator cabang terbesar di Indonesia, memiliki tanggung jawab historis dan moral yang besar. Dalam sejarahnya, PMII Jatim pernah menjadi pusat gagasan progresif, penghasil kader kritis, dan pelopor perlawanan terhadap ketidakadilan sosial.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, dinamika tersebut mengalami stagnasi. Terjadi fragmentasi gerakan, melemahnya inisiatif intelektual, dan menguatnya pragmatisme politik dalam organisasi.
Visi dan komitmen Sai Yusuf berupaya menjawab tantangan tersebut dengan mengangkat kembali semangat keberperanan PMII dalam konteks sosial yang aktual. Ia menawarkan pendekatan baru yang menyinergikan kapasitas struktural, kekuatan kultural, dan keberanian politik untuk menjadikan PMII sebagai organisasi yang berani tampil di ruang publik dengan gagasan yang jelas, agenda yang konkret, dan moralitas yang konsisten.
Penutup: Estafet Kepemimpinan yang Mengakar dan Mencakar
Kontestasi Konkoorcab PKC PMII Jawa Timur ke-XXV bukan hanya ajang mencari pemimpin formal, melainkan momen sakral untuk menentukan arah masa depan organisasi. Dalam konteks tersebut, figur Sai Yusuf menghadirkan tawaran yang menarik: kepemimpinan yang mengakar pada tradisi intelektual dan kaderisasi, namun juga mencakar—berani menggagas perubahan, mengeksekusi ide-ide baru, dan melibatkan seluruh elemen organisasi dalam kerja kolektif yang terukur.
Visi “PMII Berperan, Jawa Timur Berperadaban” harus dimaknai sebagai ajakan untuk mengembalikan PMII pada akar historisnya—yakni sebagai gerakan intelektual, moral, dan sosial yang tidak pernah takut berpihak kepada kebenaran. Dalam makna inilah, estafet kepemimpinan bukan sekadar alih struktur, melainkan kontinuitas nilai dan penegasan kembali bahwa kaderisasi PMII bukan untuk kekuasaan, melainkan untuk kemaslahatan umat dan bangsa. (*)
Penulis : Mochammad Samsi Ridwan