Frensia.id – Keyakinan para Ulama bahwa orang yang berpuasa, shalat Isya berjamaah, serta tidak fasik sudah cukup untuk mendapatkan keberkahan lailatul qadar.
Hal ini disampaikan oleh KH. Bahauddin Nur Salim atau Gus Baha dalam suatu kesempatan yang telah dibagikan beberapa akun di YouTube.
Berdasarkan penelusuran Frensi.id, akun YouTube @santrigayeng merupakan salah satu akun yang absah untuk dijadikan rujukan dalam hal ini.
Menurut Gus Baha’ tidak perlu mencari tanda-tanda lailatul qadar, karena tanda yang diungkap dalam hadits itu ketika lailatul qadar sudah lewat, seorang yang berpuasa dan shalat tarawih sudah dapat dianggap mendapat lailatul qadar.
“Tidak perlu berusaha mencari siangnya yang tidak terik, aneh-aneh saja” ungkap Gus Baha sontak mengundang tawa para santri yang ikut ngaji.
Bahkan ketika ditanya, “Gus pernah mendapat Lailatul Qadar”. Kiai muda yang pernah menjabat Rais Syuriah PBNU menjawab, “Levelku bukan untuk ditanya seperti itu?, itu hanya untuk amatir”.
Sehingga yang terpenting mencari lailatul qadar, bukan mencari atau mengetahui tanda-tandanyanya.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
…مَنْ قَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
Maksud dari dari hadits ini menurut Gus Baha jika saat malam Ramadhan seseorang yang pergi tarawih, tidak punya rasa dengki dalam keadaan qalbin saliim (hati yang tulus) maka dianggap mendapat lailatul qadar.
Bahkan menurut Sayyidina Usman lebih gampang lagi, “Orang yang sholat isya berjamaah setara dengan sholat sunnah sepanjang malam”. Tidak perlu tahajud atau witir, yang penting sholat isya berjamaah. Tidak perlu kebanyakan sholat, biasa saja.
Justru dengan bersikap bias aitu menunjukkan keyakinan atas ampunan Allah SWT. Sebaliknya, yang beranggapan harus melaksanakan sholat harus banyak itu mengganggap Allah SWT layaknya polisi.
Hal ini diumpakan dengan orang kafir yang tidak pernah berdoa untuk diberikan hidayah, tetapi jika Allah menghendakinya untuk beriman. Maka, mereka akan masuk Islam dan beriman.
Namun, yang sulit menurut Gus Baha adalah وَاحْتِسَابًا (wahtisaban) karena orientasi hanyalah mencari Ridhanya Allah SWT.
Karena orang yang dalam kondisi hati dengki atau ketidak ikhlasan dalam menjalankan suatu ibadah.
“Kadang orang yang beriktikaf di Masjid, dihatinya terkadang bilang, ‘nggak enak di rumah istri marah-marah terus’, itu iktikaf atau cari kedamaian? Kan ngga jelas”, pungkasnya.