Marah merupakan gejala irrasional yang dimiliki oleh orang yang masih dalam kondisi pikiran stabil dan sehat.
Dalam suatu tahapan tertinggi intensitas kemarahan akan memberi kesan, bahwa sebenarnya orang tersebut tidak mampu menggunakan pikirannya dengan baik.
Bisa disebut pula, dalam pengertian yang lebih radikal, waktu orang tersebut dikuasai oleh kemarahannya, maka ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Artinya antara kondisi tidak menggunakan pikiran dan tidak mempunyai adalah hal yang sama.
Sekalipun irrasional tetap saja kemarahan bisa diidentifikasi sebagai sesuatu yang rasional. Hal ini dikarenakan orang yang marah pasti mempunyai alasan.
Jadi kemarahan terjadi berdasarkan proses sebab-akibat, yang mana mencirikan dari karakter otak manusia, dan sekaligus memberikan pembedaan terhadap otak hewan.
Lepas dari definisi dan sifat emosi manusia yang satu ini, kemarahan perlu diwaspadai karena efek yang terjadi setelah seseorang mengekspresikan api yang singgah dalam hatinya cukup berbahaya.
Atas dasar tersebut, salah seorang pemikir Soik Romawi, Lucius Annaeus Seneca sampai mengarang sebuah tulisan yang secara spesial membahas mengenai hasrat manusia yang paling merusak tersebut.
Pemikir kelahiran Cordoba, Spanyol ini mewanti-wanti tentang kemarahan dengan kalimat yang cukup menarik,”kemarahanmu adalah sejenis kegilaan, karena kamu menetapkan harga tinggi untuk hal-hal yang tidak berguna”.
Esei-eseinya memuat mengenai panduan untuk mengatasi kemarahan, mulai daricara menghindari dan mengelola amarah. Termasuk bagaimana cara mendidik anak agar ketika dewasa ia tidak gampang hanyut dalam kemarahan. Hal tersebut diupayakannya dalam rangkan melakukan tindakan antisipatif.
Setiap tulisan yang ia hadirkan, secara tematik, berisi ulasan-ulasan yang kiranya bisa dikatakan pendek-pendek. Meskipun demikian antara satu dengan yang lainnya senantiasa berkesinambungan, teratur dan sistematis.
Argumen yang dibangun terkait topik yang ia gagas, cukup mendalam dengan analisis yang ketat. Sekalipun tulisannya ini berorientasi teknis, yaitu semisal cara agar tidak mudah marah, tetapi pembaca akan merasakan sensasi yang sangat abstrak.
Sehingga bagi pembaca yang tidak terbiasa untuk berpikir dalam kerangka konseptual, pasti akan merasa kesulitan dan cepat bosan. Mungkin ini kelemahan dari tulisan Seneca.
Mengingat cara mengatasai kemarahan adalah kebutuhan setiap orang, mulai dari yang awam hingga paling cemerlang, dengan gaya tulisannya tersebut jelas tidak akan mampu dijangkau oleh semua orang.
Hadirnya buku ini dan kemampuannya bertahan sejak pertama kali ditulis pada abad pertama masehi, menjadi sinyal bahwasannya masih dibutuhkan. Sehingga setiap generasi dari masa ke masa menilai penting untuk melakukan cetak ulang.
Kesimpulan dari pembacaan pemikir Stoik ini tidak jauh berbeda dengan judul yang dibuat oleh penerbit Caliber Publishing, yaitu “Tetap Keren di Segala Kondisi”. Terjemahan bahasa inggrisnya juga menggunakan judul yang sama.
Oleh karena itu, orang yang bisa tetap tenang dengan mengendalikan kemarahan yang datang karena sebuah alasan yang masuk akal sekalipun akan kelihatan kharismanya, sehingga tampak keren.