Frensia.id – Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan sebagai momen mengenang semangat pengabdian dan keberanian para pejuang yang rela berkorban demi kemerdekaan.
Peringatan ini mengajak kita bukan hanya melihat ke belakang, tetapi juga merenungkan bagaimana semangat itu hidup dan diterjemahkan dalam konteks masa kini, termasuk melalui perjuangan nyata para petani di tengah ladang dan sawah. Mereka adalah pahlawan pangan yang bekerja tanpa sorak-sorai, menjaga kedaulatan pangan dan menghidupi negeri.
Petani sesungguhnya adalah pahlawan pangan bangsa. Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Sensus Pertanian 2023, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia mencapai sekitar 27,3 juta, dan dari jumlah tersebut sebagian besar adalah petani gurem yang mengusahakan lahan di bawah 0,5 hektare.
Tanpa kontribusi mereka, dari menanam hingga memanen, pasokan pangan kita akan rentan. Maka, menyebut mereka sebagai pahlawan bukanlah metafora kosong, melainkan pengakuan atas kerja keras mereka.
Namun, pengakuan saja tidaklah cukup, petani membutuhkan keadilan. Keadilan sosial agraris berarti petani memiliki akses terhadap produksi yang layak, harga yang memadai, serta perlindungan dari permasalahan struktural.
Dalam survei ekonomi pertanian terbaru seperti Survei Ekonomi Pertanian (SEP) 2024 yang dirilis BPS, terlihat bahwa meskipun terdapat pendapatan dari usaha tani, beban biaya produksi masih cukup berat untuk banyak petani.
Hal ini menunjukkan bahwa posisi petani dalam sistem ekonomi kita masih menghadapi ketimpangan, sedangkan semangat pahlawan menghendaki pengabdian yang dibarengi dengan penghargaan nyata.
Kebijakan publik harus pro terhadap petani agar keadilan itu bisa terwujud dalam praktik. Salah satu contoh konkret adalah kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian dalam menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk meringankan beban biaya produksi petani.
Namun, kenyataannya di lapangan masih muncul praktik yang merugikan petani, dari total 27.319 kios pupuk bersubsidi di Indonesia, sebanyak 2.039 kios terbukti menjual pupuk di atas HET.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan sudah ditetapkan, pengawasannya belum sepenuhnya kuat, negara harus hadir memastikan kebijakan benar-benar dirasakan oleh petani dan tidak dibajak oleh praktik nakal. Masyarakat harus turut serta mengawasi terhadap kebijakan tersebut, sehingga kebijakan itu benar-benar dapat dirasakan oleh para petani Indonesia.
Lebih jauh, kebijakan yang adil juga dilihat dari bagaimana pemerintah melindungi harga beli hasil pertanian agar petani tidak menjual hasil jerih payahnya dengan harga murah. Buku Statistik Harga Komoditas Pertanian 2024 menunjukkan bahwa rata-rata harga gabah di tingkat petani dalam kurun beberapa tahun terakhir masih berada pada kisaran yang perlu ditambah perlindungan lebih serius.
Misalnya, pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kilogram sebagai langkah menjaga agar petani memperoleh harga minimal yang layak.
Jika sistem pasar dan kebijakan tidak menata dengan baik, maka petani akan terus berada dalam posisi lemah padahal mereka adalah tulang punggung ekonomi pertanian Indonesia.
Ketika petani sejahtera, maka besar kemungkinan Indonesia pun akan sejahtera. Sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memegang peranan penting dalam ekonomi pedesaan.
Misalnya, melalui nilai tukar petani (NTP) yang diumumkan oleh BPS, pada Februari 2024 tercatat sebesar 120,97, naik 2,28 persen dibanding bulan sebelumnya. Walau demikian, angka itu masih menunjukkan bahwa banyak petani belum sepenuhnya menikmati kemajuan yang sepadan dengan peran mereka.
Dengan kesejahteraan petani yang meningkat, daya beli masyarakat pedesaan akan naik, konsumsi domestik menjadi lebih kuat, dan basis ekonomi nasional pun akan lebih solid.
Oleh sebab itu, kesejahteraan petani adalah kesejahteraan bangsa Indonesia. Menghargai petani bukan hanya janji retoris, tetapi tindakan nyata, memastikan kebijakan yang berpihak, pengawasan yang tegas terhadap kios-kios nakal pupuk, harga pembelian hasil tani yang layak, dan akses yang setara terhadap sarana produksi.
Semangat Hari Pahlawan bukan hanya untuk mereka yang berjuang dahulu di medan perang, tetapi untuk setiap orang dan kebijakan yang memperjuangkan kehidupan rakyat kecil, termasuk petani.
Di momen hari pahlawan ini, sudah selayaknya kita menanam semangat kepahlawanan di tanah tani Nusantara, bukan lewat seremonial semata, tetapi lewat kebijakan yang membumi dan keadilan yang nyata. Karena ketika petani kita sejahtera, maka bangsa kita benar-benar merdeka dan berdaulat.
Penulis: Mohammad HarisTaufiqur Rahman, S.H., M.H.
(Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bondowoso & Reviewers Jurnal Iqtishaduna UIN Alauddin Makasar)








