Frensia.id – Saat bulan puasa akan tiba, ada sekian persoalan keislaman yang tidak pernah kering dari mata dan telinga untuk menuai perbedaan pendapat. Mulai dari penetapan awal berpuasa Ramadhan hingga bilangan rakaat dan cara melaksanakan shalat tarawih.
Dua persoalan yang seringkali mencuat tentang shalat tarawih ialah pertama tentang jumlah rakaatnya, kedua adalah tentang hukum melaksanakannya secara berjamaah.
Untuk menengahi perbedaan pendapat yang tak berkesudahan, Emil Lukman dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melakukan penilitian dengan judul, “Pembacaan Kontekstual Hadis-Hadis Shalat Tarawih: Aplikasi Teori Double Movement Fazlur Rahman”
Dalam penilitian yang terbit pada Jurnal Akademika, Vol.14 No.1 Juni 2018, Emil Lukman melakukan pembacaan secara kontekstual atas hadis-hadis shalat tarawih dengan kerangka metodologi yang disebut oleh Fazlur Rahman dengan double movement.
Sehingga melalui dua langkah pembacaan sebagaimana yang digambarkan oleh Fazlurrahman, yakni melakukan pembacaan konteks awal shalat tarawih serta kontekstualisasi atas hadits-hadits shalat tarawih.
Emil Lukman menyimpulkan bahwa, pertama shalat tarawih merupakan shalat yang tidak ada kewajiban untuk melaksanakannya.
Kedua, secara historis shalat tarawih pernah dilaksanakan, baik dengan bilangan delapan maupun 20 rakaat.
Maka, dengan melihat kedua poin tersebut, yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah antara lain adalah kondisi jamaah shalat tarawih itu sendiri.
Sebagai informasi, teori double movement Fazlurrahman dapat diartikan sebagai gerak ganda interpretasi atau pemaknaan.
Gerak pertama, ialah gerak dari situasi sekarang menuju ke masa al-Quran, dari gerak ini Fazlur Rahman sedikitnya memberikan dua langkah
Langkah pertama adalah memahami makna nash (Al-Qur’an atau Hadits) sebagai suatu keseluruhan di samping dalam batas-batas ajaran yang khusus yang merupakan respon terhadap situasi-situasi khusus
Sedangkan langkah kedua adalah menggeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik itu dan menyatakan sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral-sosial umum yang dapat disaring dari teks-teks spesifik dalam sinaran latarbelakang sosio historis dan ratio legis yang sering dinyatakan.
Adapun Gerakan kedua, merupakan proses yang berangkat dari pandangan umum ke pandangan khusus yang harus dirumuskan dan direalisasikan sekarang.
Nilai-nilai universal yang merupakan hasil pembacaan atas gerakan pertama kemudian diaplikasikan dalam konteks sekarang.
Dengan kata lain gerakan kedua merupakan olah dari gerakan pertama yang telah menghasilkan nilai-nilai universal atau ideal moral Al-Quran.