FRENSIA.ID– Nasi Karak hadir sebagai salah satu identitas kuliner yang melekat kuat pada masyarakat Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Makanan ini dikenal luas karena kelezatannya yang otentik dan harganya yang sangat terjangkau. Sebagai hidangan tradisional, Nasi Karak menyajikan kombinasi rasa yang unik dari nasi putih bertabur kelapa parut dengan lauk ikan tongkol atau ikan cakalang.
Proses pengolahan nasi ini memiliki teknik tersendiri. Beras dimasak bersama sedikit garam sehingga menghasilkan nasi yang gurih dan teksturnya terurai atau tidak menggumpal. Kenikmatan tersebut semakin lengkap saat berpadu dengan ikan lauk utama yang dimasak menggunakan bumbu merah pedas. Para penikmat kuliner sering kali menyantapnya dengan tambahan lauk pelengkap seperti tahu goreng dan telur rebus, menjadikannya menu makan malam yang sempurna di Kota Santri ini.
Di balik popularitas dan kelezatannya, Nasi Karak menyimpan nilai historis yang mendalam di hati masyarakat Situbondo. Abdul Khalik, Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Situbondo, menceritakan bahwa makanan ini memiliki latar belakang filosofis dan sosiologis yang kuat. Asal-usul nama “Karak” sendiri berangkat dari kondisi sosial masa lalu.
“Istilah Karak di masyarakat Situbondo sebenarnya mengarah pada sisa nasi. Dulu saat era penjajahan. Tidak ada nasi yang dibuang oleh masyarakat. Makanya, ada istilah nasi karak. Sisa nasi yang bisa disajikan kembali,” ujarnya.
Secara sosiologis, keberadaan Nasi Karak memperlihatkan karakter masyarakat Situbondo yang sejak dulu memiliki prinsip kuat untuk tidak membuang sisa makanan. Hidangan ini lahir dari keterbatasan, namun diolah dengan kearifan lokal sehingga menjadi sajian yang nikmat.
“Nasi karak adalah hasil, tradisi dan strategi yang dilakukan masyarakat saat menghadapi krisis penjajahan,” tambahkanya.
Seiring berjalannya waktu, Nasi Karak terus eksis dan mengalami pengembangan tanpa meninggalkan jati dirinya. Ramlah, seorang Akademisi Universitas Islam Jember yang juga berasal dari Situbondo, menjelaskan bahwa kuliner ini tetap mempertahankan kekhasan daerahnya meskipun zaman telah berubah. Menurutnya, setiap elemen dalam sepiring Nasi Karak memiliki makna simbolis.
“Nasinya enak, karena diracik secara khusus. Kelapa melambangkan masyarakat situbondo berasal dari laut. Sedangkan ikan dan bumbunya, tetap berupaya menghadirkan historis dan sosiologis masyarakat situbondo,” katanya.
Bagi wisatawan atau warga lokal yang ingin menikmati sajian sarat makna ini, Nasi Karak sangat mudah ditemukan di tepian pinggiran kota kabupaten Situbondo.
Ramlah memberikan rekomendasi spesifik mengenai tempat favoritnya menikmati kuliner ini, yaitu Nasi Karak dari Warung Ibu Hose yang terletak di sebelah timur Masjid Al Amin, Desa Klatakan, Kendit, Situbondo.
“Di Masjid Klatakan itu enak. Harganya juga murah, 7000 perporsi,” ucapnya.







