Frensia.id- Terbentuknya sosok penyair Libanon, Kahlil Gibran tidak bisa disebut berasal hanya dari satu atau dua pengaruh pikiran luar yang masuk ke dalam inti gagasannya dan terucap dalam syair-syairnya.
Jelas melalui pergulatan hidup yang menguras emosi cukup deras dan panjang, begitu pula dengan beberapa orang besar yang hidup sebelum atau bersamanya juga memberi kontribusi untuk mengkarakterisasi dan mencetak pikirannya tersebut.
Tercatat beberapa nama yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap pesan-pesan dalam syairnya. Salah satu diantaranya adalah Salim Dahir, seorang sufi pengembara. Ia mengajarkan kepada Gibran tentang filsafat dan renungan-renungan sufisme.
Gibran belajar ke Salim Dahir sebelum ia pindah ke Boston dan setelah tinggal disana saat megunjungi Libanon untuk urusan pendidikan.
Selanjutnya ada pengaruh dari kebudayaan China dan India. Saat tinggal di Boston, Gibran banyak bergaul dengan orang China. Interaksi sosial yang ia dapatkan sedikit banyak juga memberikan warna baru terhadap sudut pandang yang ia miliki.
Sedangkan pengaruh dari kebudayaan India, terlihat jelas berdasarkan pengakuan yang ia berikan, bahwa dirinya merupakan seorang pengagum Rabindranath Taghore, seorang penyair-filosof India. Masterpiece Gibran, The Prophet, dianggap mempunyai kemiripan dengan Gitanyali-nya Taghore.
Sebagai penganut agama Kristen dari sekte Maronit, Injil memberikan pengaruh terhadap tema-tema dalam tulisannya. Penekanannya akan cinta kasih salah satunya didapat dari kitab suci agama yang ia anut tersebut.
Hanya saja Gibran dianggap menyimpang dari doktrin resmi agama Kristen berdasarkan tulisannya, hal ini dikarenakan ia mempelajari dan menafsirkannya secara otodidak, sehingga keluar dari pola resmi para rohaniawan agama.
Tidak hanya dari agama, cinta kasih ia pelajari, lebih-lebih dalam praktiknya bukan sekedar teori, ia dapatkan lebih dulu dari Ibunya, Kamila Rahmelah. Dari ibunya pula, Gibran belajar bahasa Prancis, Arab dan musik.
Selain itu ternyata ada pikiran-pikiran dan gaya tulisan Friedrick Nietzsche yang turut serta berkontribusi untuk membentuk sosok Gibran yang diketahui oleh para pembacanya sampai hari ini.
Gagasan Gibran mengenai penghapusan total batasan yang memilah-milah manusia, seperti politik, ekonomi, budaya, agama dan menggantinya dengan satu kesatuan manusia yang berlandaskan cinta kasih, dianggap sebagai pengaruh dari pemikir besar Jerman tersebut, lewat bukunya yang berjudul Thus Spoke Zarathustra.
Berkaitan dengan hal tersebut ada pula yang tidak setuju, dengan memberikan sanggahan berupa perbedaan orientasi antara keduanya. Gibran dengan konsepnya ingin mewujudkan tatanan masyarakat yang benar-benar harmonis atas dasar cinta. Sedangkan Nietzsche berorientasi pada konspenya yang lain, yaitu kehendak alami manusia untuk berkuasa.
Antara Gibran dan Niezsche, berdasarkan keterangan dari teman terdekatnya, Mary Elizabeth Haskell pengaruh terbesar yang diberikan adalah gaya bahasanya yang liris dan memuat nuansa kesendirian yang dalam.
Selain itu, para seniman Boston, dengan jargonnya “menuju kesunyian” sepertinya lebih banyak memberikan pengaruh terhadap pikirannya daripada pendidikan formalnya, tidak hanya sampai disitu sepertinya bahkan, sampai pada gaya hidup Gibran sendiri yang introvert dan soliter.