Frensia.id – Partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 di Kecamatan Jenggawah terlihat cukup rendah.
Hal itu menurut Faisol, salah satu anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jenggawah dikarenakan serangan fajar lemah atau kurang ramai pada pemilihan bupati dan gubernur.
Serangan fajar merujuk pada uang yang diberikan oleh peserta pemilihan kepada pemilih untuk memberikan pilihannya pada sesaat atau pagi hari sebelum melakukan pencoblosan.
“tidak ada ceritanya, Pilkada itu antusias masyarakat lebih besar dari Pemilu dan Pileg,” ujar Faisol saat memantau pengiriman logistik Pemilihan ke kecamatan di Desa Jatisari, pada Rabu (27/11) malam.
Sebagai contoh, tingkat partisipasi desa yang saat ia kunjungi itu hanya mencapai 52 persen, padahal pada Pilpres atau Pileg kemarin hampir mendekati 80 persen.
Hal itu menurutnya, dalam Pemilu pada Februari lalu uang yang dibagikan pada masyarakat cukup banyak. Sehingga, tidak heran jika ia berkesimpulan partisipasi masyarakat Jenggawah masih dipengaruhi oleh politik uang.
“Orang-orang sini kalau tidak ada uangnya, tidak mau mencoblos”, lanjutnya.
Apalagi dalam gelaran pilkada kali ini, menurutnya masing-masing calon cukup berkomitmen untuk menolak politik uang.
Berbeda dengan PPK Jenggawah, penyelenggara tingkat desa alias PPS Jatisari, Na’imurrohman menyampaikan bahwa rendahnya partisipasi pemilih di desanya karena warga banyak tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.
Ia juga mengungkap bahwa ada sekitar 600 undangan yang tidak diterimakan atau surat undangan kembali karena tidak ada orangnya karena sedang bekerja.
Hal yang sama juga disampaikan Hanapi, Pengawas Kelurahan atau Desa (PKD) Jatisari, ia menilai masyarakat di desanya saat ini banyak yang merantau ke luar kota, dan memilih untuk tidak pulang melakukan pencoblosan.
Selain itu, kepala desa setempat, Haris Thursina beranggapan bahwa rendahnya partisipasi pemilih di desanya karena sebagian swasta yang masih mewajibkan masuk kerja.
“anak saya pun tidak mencoblos hari ini, karena sedang dinas di rumah sakit swasta”, ungkap Haris.
Sekalipun begitu, ia mengakui pihaknya kurang melakukan sosialisasi dengan maksimal. Sehingga penurunan jumlah pemilih di desanya tidak dapat terhindari.
“Pilkada memang beda dengan pemilihan-pemilihan lainnya, seperti Pilpres, pileg hingga Pilkades,”