“Masyarakat supaya menyampaikan kritik dan saran kepada pihak pemerintah maupun pengelolah perusahaan pertambangan batu gunung mengenai masalah dampak yang dirasakan akibat aktivitas usaha tersebut”
(Musyawir Awi & Busrah)
Frensia.id- PBNU pernah mengharamkan tambang yang merugikan masyarakat. Bahkan ada sejumlah peneliti juga pernah memberikan rekomendasi pada masyarakat untuk menyampaikan kritik pada pemerintah.
Kontroversi tentang tambang hingga saat ini masih menjadi obrolan hangat di masyarakat. Pasalnya, isu konsesi tambang untuk PBNU oleh beberapa pihak dianggap tidak bijak.
Apalagi sejumlah data mencatat PBNU pernah melarang tambang yang merugikan masyarakat. Bahkan ada penelitian yang merekomendasi dan memberi saran pada masyarakat agar dapat melakukan kritik pada pemerintah.
Salah satunya adalah riset yang disusun oleh Musyawir Awi dan Busrah. Keduanya fokus mengkaji perspektif hukum Islam pada dampak tambang batu gunung di desa Boroangin Mapili Polowali Mandar.
Keduanya melakukan kajian berdasar analisis pada keputusan yang pernah disusun PBNU. Keputusan tersebut dianggap menyatakan secara tegas bahwa eksploitasi alam secara berlebihan yang merusak lingkungan hidup serta tidak bertanggung jawab secara hukumnya dianggap sebagai perbuatan yang haram.
Temuan keduanya, menunjukkan hal-hal penting. Salah satunya, masyarakat Desa Beroangin mengalami dampak lingkungan yang signifikan akibat aktivitas pertambangan batu gunung. Dampak tersebut meliputi sistem pengoperasian tambang yang sering dilakukan pada malam hari, mengganggu waktu istirahat masyarakat, hingga adanya polusi udara yang disebabkan oleh debu dari aktivitas pertambangan. Bahkan, riset ini juga mendeteksi kerusakan infrastruktur jalan akibat mobilisasi tambang.
Dalam pandangan hukum Islam, kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang demikian, menurut mereka, bertentangan dengan syariat Islam. Islam mengajarkan larangan terhadap segala tindakan yang merugikan dan mengganggu kenyamanan orang lain, serta merusak alam dan lingkungan.
Berdasar temuan tersebut, keduanya memberi tiga saran. Pertama, agama memegang peranan penting sebagai pembelajaran utama dan panduan hidup. Dengan demikian, perlu diajarkan pada masyarakat dengan menghubungkannya pada masalah yang terjadi.
Kedua, untuk pemerintah, ternyata dirasa penting bagi pemerintah untuk memahami keluhan masyarakat. Bukan hanya pemerintah, bahkan juga perusahaan.
Ketiga, juga perlu peran aktif dari masyarakat sendiri. Kedua peneliti ini menyarankan agar masyarakat aktif dalam menyampaikan kritik dan saran kepada pemerintah. Dampak negatifnya perlu disampaikan secara baik.
Seluruh temuan dan saran telah disusun dalam bentuk jurnal. Seluruh pihak dapat membacanya dalam J-ALIF, sebab telah terbit pada tahun 2021 kemarin.