Pemisahan Pemilu 2029: Jalan Tengah Demokrasi atau Tantangan Baru?

Senin, 30 Juni 2025 - 15:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 menghadirkan fase baru dalam arsitektur pemilu nasional. Mulai 2029, pemilihan presiden dan legislatif tingkat pusat dipisahkan dari pemilihan kepala daerah dan legislatif daerah. Pemisahan ini didorong oleh alasan perlunya penyederhanaan proses, peningkatan kualitas demokrasi, serta pengurangan beban teknis bagi penyelenggara pemilu.

Langkah tersebut tentu menghadirkan pro dan kontra. Dalam menghadapi perubahan fundamental seperti ini, pendekatan yang bijak adalah tidak tergesa menyetujui, tidak pula terburu menolak. Evaluasi mesti dilakukan secara menyeluruh, baik dari sisi filosofi, konstitusionalitas, maupun teknis administratif.

Dalam dimensi normatif dan administratif, putusan ini menawarkan solusi terhadap berbagai persoalan yang selama ini membayangi pelaksanaan pemilu serentak. Pemilu dengan lima kotak suara secara bersamaan telah membebani sistem secara serius. Tragedi wafatnya ratusan petugas pada Pemilu 2019, kekeliruan logistik, serta kebingungan pemilih dalam menentukan pilihan menjadi potret nyata kompleksitas yang coba diurai melalui pemisahan ini.

Namun demikian, aspek kritis terhadap putusan ini tetap relevan. Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, menilai keputusan MK tersebut tidak konsisten dengan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang sebelumnya menyerahkan model keserentakan kepada pembentuk undang-undang. Pemisahan pemilu juga berimplikasi konstitusional secara luas, mulai dari desain kelembagaan penyelenggara hingga tatanan masa jabatan hasil Pilkada 2024.

Baca Juga :  Istimewa! Peringati Bulan Bung Karno, DPC PDI Perjuangan Jember Gelar Fun Run

Di luar perdebatan yuridis tersebut, setidaknya terdapat tiga dimensi yang menunjukkan potensi kontribusi positif dari model pemisahan ini, tentu dengan syarat adanya kebijakan lanjutan yang terukur.

Pertama, pemisahan memberikan kejelasan fokus isu dalam kontestasi. Pemilu serentak kerap menenggelamkan isu-isu lokal dalam dominasi wacana nasional. Kepala daerah dan calon anggota DPRD sering kali hanya menjadi pelengkap dari kontestasi presiden dan DPR pusat. Pemisahan jadwal memberi peluang bagi pemilu lokal untuk benar-benar menjadi arena adu gagasan terkait pelayanan publik, pembangunan wilayah, dan pengelolaan sumber daya daerah. Namun, efektivitas ini sangat bergantung pada penguatan literasi politik warga dan peran media lokal dalam mengangkat isu-isu substantif.

Kedua, pemisahan membuka ruang perbaikan kelembagaan partai politik. Waktu yang lebih longgar antara pemilu nasional dan daerah memberi kesempatan untuk melakukan konsolidasi kader, rekrutmen calon yang berbasis integritas, serta proses seleksi yang lebih transparan. Namun, tanpa reformasi internal yang sistemik, pemisahan ini berisiko hanya memperpanjang dominasi figur populis dan memperkuat politik dinasti. Diperlukan mekanisme rekrutmen terbuka dan pengawasan publik yang aktif untuk mendorong partai menjalankan fungsinya secara lebih sehat.

Baca Juga :  Diduga Adanya Penyelewengan Dana Pokir, Aktivis Anti Korupsi Situbondo Desak KPK Turun

Ketiga, pemisahan membantu menghindari keruntuhan administratif pemilu. Penyelenggara pemilu selama ini menghadapi tekanan logistik dan manajerial yang berat dalam skema lima kotak. Dengan sistem dua tahap, terdapat ruang yang lebih memadai untuk perencanaan teknis, pelatihan petugas, serta mitigasi risiko. Meski demikian, keberhasilan sangat ditentukan oleh kemampuan membangun infrastruktur teknologi informasi yang terintegrasi, serta kepastian data kepemiluan yang valid dan mutakhir.

Dalam konteks transisi, perhatian besar perlu diarahkan pada masa jabatan hasil Pilkada 2024 agar tidak menimbulkan kekosongan hukum maupun krisis legitimasi. Legislasi yang cermat dan dialog antar-lembaga menjadi kunci agar perubahan ini tidak menimbulkan ketegangan baru dalam tatanan ketatanegaraan.

Putusan MK bukanlah penyelesaian akhir, melainkan pijakan awal menuju perbaikan. Desain pemilu hanyalah alat. Kualitas demokrasi tetap ditentukan oleh bagaimana proses itu dijalankan secara jujur, terbuka, dan inklusif. Tanpa keseriusan dalam menata regulasi, membangun kelembagaan partai, dan memperkuat literasi pemilih, pemisahan ini hanya akan menjadi perubahan formil tanpa substansi.*

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Berkunjung ke Puskesmas Silo, Bupati Jember Beri Bantuan dan Motivasi ke Pasien
Ngantor di Desa, Bupati Jember Bawa Beberapa Layanan ke Silo
Bupati Jember Muhammad Fawait Berikan Beasiswa Pendidikan ke Anak Guru Ngaji
Istimewa! DPC PKB Jember Gelar Sarasehan-Sosialisasi Beasiswa Pendidikan untuk Santri
Banyak Jukir yang Tidak Patuh, DPRD Minta Dishub Awasi Jalannya Parkir Gratis di Jember
Tidak Ingin Memberatkan Masyarakat, Gus Fawait Genjot PAD Tanpa Harus Menaikkan Pajak
Bukti Kekompakan Eksekutif-Legislatif: Seluruh Fraksi Dukung Raperda Wawasan Kebangsaan dan Pendidikan
Bupati Jember Apresiasi Usulan Raperda DPRD Jember

Baca Lainnya

Senin, 30 Juni 2025 - 15:30 WIB

Pemisahan Pemilu 2029: Jalan Tengah Demokrasi atau Tantangan Baru?

Sabtu, 28 Juni 2025 - 14:27 WIB

Berkunjung ke Puskesmas Silo, Bupati Jember Beri Bantuan dan Motivasi ke Pasien

Jumat, 27 Juni 2025 - 19:00 WIB

Bupati Jember Muhammad Fawait Berikan Beasiswa Pendidikan ke Anak Guru Ngaji

Kamis, 26 Juni 2025 - 20:53 WIB

Istimewa! DPC PKB Jember Gelar Sarasehan-Sosialisasi Beasiswa Pendidikan untuk Santri

Kamis, 26 Juni 2025 - 10:28 WIB

Banyak Jukir yang Tidak Patuh, DPRD Minta Dishub Awasi Jalannya Parkir Gratis di Jember

TERBARU