Frensia.id- Peneliti asal Universiti Kebangsaan Malaysia tertarik meneliti demokrasi di era pemerintahan presiden Joko Widodo. Mereka melihat ada ancaman serius.
Muhamad MN Nadzri dan Jamaie Hamil, keduanya melakukan penelitian dengan berkolaborasi bersama seorang akademisi dari Indonesia. Hasil penelitiannya telah terbit pada tahun 2024 ini dalam UKM Journal Repository.
Keduanya memandang bahwa kebangkitan demokrasi di Indonesia pada tahun 1998 sebagian besar dipacu oleh dinamika masyarakat. Sebenarnya, ada elit yang masih bertahan.
Meskipun beberapa mantan elit politik yang dulu berkuasa terdampak oleh perubahan politik. Namun beberapa di antaranya, masih bercokol dalam kepemimpinan Presiden Jokowi.
Secara garis besar, keduanya fokus pada penurunan kualitas demokrasi di Indonesia setelah era Reformasi. Kajiannya menyoal perubahan peran elit dalam politik dan ekonomi di era reformasi hingga saat ini.
Menurutnya, pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Suharto, para elit dengan mudah memperluas bisnis mereka karena sistem oligarki yang erat kaitannya dengan kekuasaan politik. Dalam situasi ini, banyak akses dan keuntungan yang besar bagi elit dalam menjalankan usaha mereka tanpa banyak hambatan.
Tentu berbeda ketika reformasi tiba. Ada dinamika yang melahirkan perubahan besar dalam struktur politik Indonesia, para elit bisnis dan oligarki menghadapi tantangan baru.
Untuk mempertahankan kekuasaannya, mereka harus terlibat lebih dalam di dunia politik. Hal demikian untuk memastikan bahwa kepentingan mereka tetap terjaga.
Mereka tidak bisa hanya mengandalkan hubungan dekat dengan penguasa. Akan tetapi juga harus aktif dalam proses politik.
Salah satu yang harus dilakukan, adalah mendukung partai politik dan calon-calon yang berpotensi melindungi atau bahkan memperluas kepentingan mereka.
Puncak sukses upaya para elit tersebut ini terlihat jelas selama masa pemerintahan Presiden Jokowi. Sebagai seorang pemimpin yang dikenal dengan pendekatan pragmatisnya, Jokowi berusaha untuk menjembatani berbagai kepentingan, baik dari pihak pemerintah, elit politik, maupun bisnis.
Tujuannya, tentu untuk menciptakan kebijakan yang lebih inovatif dan efisien. Mereka berharap dapat mempercepat pembangunan dan memperbaiki tata kelola pemerintahan.
Namun, ironisnya, upaya ini justru mengarah pada penguatan kecenderungan otoritarianisme. Dinamika politik malah tambah terlihat sentralistis.
Jokowi menghadapi tekanan besar dari elit partai dan oligarki yang ingin memastikan kepentingan mereka tetap terjaga. Akibatnya, dinamika politik Indonesia menjadi semakin terkonsentrasi di tangan elit
Kondisi ini tentu sangat memperburuk kelemahan dalam institusi-institusi pemerintahan. Kekuatan eksekutif yang semakin besar menciptakan monarki yang nyata.
Tak ada lagi kontrol kebijakan. Bahkan pembuatan kebijakan semakin tak terbuka dan tak lagi terlihat akuntabel.
Hak-hak warga negara sangat terancam, karena semakin terbatasnya akses terhadap proses pengambilan keputusan dan kontrol terhadap pemerintah. Hal demikian menciptakan lingkungan politik yang semakin tidak sehat
Kekuatan politik dan ekonomi terkonsentrasi di tangan segelintir orang. Sementara, suara rakyat semakin tersisih.