Penting! Ternyata Sex Juga Ada Tinjauan Filsafatnya

Penting! Ternyata Sex Juga Ada Tinjauan Filsafatnya
Gambar Penting! Ternyata Sex Juga Ada Tinjauan Filsafatnya (Sumber: Canva)

Frensia.id- Penting! Sex adalah hal yang penting dalam kehidupan. Tidak hanya tentang proses berkembang biak, namun juga berhubungan dengan konsepsi tentang keindahan, moral, hasrat dan bahkan agama. Tidak heran, jika sejumlah filosof juga menganggapnya penting.

Filosof yang membahasnya juga tidak receh. Mulai dari tokoh tenar filsafat Yunani kuno, hingga modern membahasnya serius.

Hal yang banyak dibahas oleh mereka, berhubungan dengan seksualitas, adalah tinjauan aksiologinya. Keberadaannya memiliki konsekuensi moral, sehingga mesti berikatan dengan asumsi kebenaran bahkan kepercayaan. Jadi dikursus sex bukan sesuatu yang imoral (tak ada kaitannya dengan moral.

Setidaknya, Alan Soble pada tahun 2013 menggambarkan konsep sex dalam pandangan filosof menjadi dua hal inti. Dalam hal ini, terdapat jurang pemisah yang dalam antara para filsuf yang mungkin disebut sebagai kaum optimis seksual metafisik dan mereka yang mungkin disebut sebagai kaum pesimis seksual metafisik.

Pandangan Metafisika Seksual Pesimisme

Metafisika merupakan ruang nalar filsafat yang erat kaitannya dengan pembentukan asumsi moral tindakan manusia. Sederhananya, seksualitas selama ini dipandang sebagai momok yang menghancurkan kesucian jiwa. Keberadaannya dianggap bertentangan dengan moral.

Sex dianggap muncul dari kebinatangan manusia. Akibatnya, kemunculannya dianggap sebagai tindakan tercela.

Penilaian moral kita terhadap aktivitas seksual pasti akan dipengaruhi oleh apa yang kita lihat sebagai sifat dorongan seksual, atau hasrat seksual, dalam diri manusia. Dalam hal ini, terdapat jurang pemisah yang dalam antara para filsuf yang mungkin kita sebut sebagai kaum optimis seksual metafisik dan mereka yang mungkin kita sebut sebagai kaum pesimis seksual metafisik.

Kaum pesimis dalam filsafat seksualitas, seperti St. Augustine, Immanuel Kant, dan kadang-kadang Sigmund Freud, memandang hasrat seksual serta tindakan yang berasal darinya sebagai sesuatu yang hampir selalu, atau setidaknya seringkali, bertentangan dengan martabat manusia. Mereka melihat dorongan seksual sebagai aspek manusia yang tidak sesuai dengan tujuan moral yang lebih tinggi dan nilai-nilai luhur yang seharusnya dicapai dalam kehidupan manusia. Bagi para pemikir ini, hasrat seksual cenderung membawa manusia menjauh dari aspirasi intelektual dan spiritual yang dianggap lebih penting, yang mengarahkan manusia pada kebaikan dan kebahagiaan yang lebih mulia.

Lebih dari itu, para filsuf pesimis ini khawatir bahwa dorongan seksual yang sangat kuat dan desakan untuk memenuhinya dapat mengganggu tatanan sosial yang harmonis dan beradab. Mereka melihat seksualitas sebagai kekuatan yang, jika tidak dikendalikan, bisa menyebabkan kerusakan besar pada kehidupan moral dan hubungan antar manusia. Dalam pandangan mereka, hasrat seksual bukan hanya ancaman bagi hubungan kita dengan orang lain, yang seharusnya didasarkan pada hormat dan martabat, tetapi juga ancaman bagi diri kita sendiri. Dorongan ini, menurut mereka, dapat menurunkan kemanusiaan kita, karena ia sering kali mengarahkan kita pada perilaku yang lebih primitif, impulsif, dan tidak bermoral.

Oleh karena itu, mereka melihat seksualitas sebagai sesuatu yang harus diatur dengan ketat atau bahkan ditekan, karena potensinya yang merusak, baik bagi individu maupun masyarakat. Sisi negatif seksualitas ini dianggap lebih mendominasi daripada potensi positifnya, sehingga perlu diwaspadai dan dikendalikan agar tidak merusak tatanan moral yang lebih besar.

Pandangan Metafisika Seksual Optimisme

Beberapa tokoh seperti Plato dalam beberapa karyanya, Bertrand Russell, dan beberapa filsuf kontemporer, melihat dorongan seksual secara lebih positif. Mereka menganggap seksualitas sebagai bagian alami dari eksistensi manusia yang berwujud atau berbinatang, yang tidak membawa ancaman serius terhadap martabat atau kehidupan moral. Mereka percaya bahwa seksualitas dapat memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan manusia, dan dalam beberapa hal bahkan bisa meningkatkan kebahagiaan.

Mereka juga melihat seksualitas sebagai sesuatu yang wajar dan bermanfaat dalam kehidupan manusia, dan dorongan seksual dapat mengarah pada bentuk kebahagiaan yang lebih tinggi tanpa harus mengganggu aspek intelektual atau spiritual manusia. Pandangan metafisik yang seseorang yakini tentang seksualitas ini akan sangat mempengaruhi bagaimana ia menilai nilai moral seksualitas dan peran aktivitas seksual dalam kehidupan yang baik atau berbudi luhur.

Mereka yang mengadopsi pandangan pesimis cenderung lebih kritis terhadap peran seksualitas dalam kehidupan manusia, sementara kaum optimis lebih terbuka untuk melihatnya sebagai aspek positif dalam kehidupan manusia.