Penulis Pinokio, Carlo Collodi Dianggap Idap Penyakit Psikosomatis

Minggu, 18 Agustus 2024 - 11:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Penulis Pinokio, Carlo Collodi Dianggap Idap Penyakit Psikosomatis (Sumber: Ilustrasi Mashur Imam/Frensia AI)

Gambar Penulis Pinokio, Carlo Collodi Dianggap Idap Penyakit Psikosomatis (Sumber: Ilustrasi Mashur Imam/Frensia AI)

Frensia.id- Penulis Le Avventure di Pinocchio, Carlo Collodi dianggap mengidap penyakit Psikosomatis. Penyakit ini merupakan keluhan fisik yang disebabkan karena kondisi pikiran dan jiwa.

A. Sellschopp-Riippell dan M. von Rad dalam salah karyanya mengidentifikasi penulis kisah Pinokio, memiliki tanda-tanda mengidap penyakit tersebut. Argumennya ini telah dikenal secara luas bahkan telah diterbitkan. Salah satu dalam Europa PMC pada tahun 1977.

Walaupun karya Carlo Collodi memiliki daya tarik yang hebat, bukan hanya sebagai cerita anak-anak tetapi juga sebagai cermin dari berbagai konflik internal manusia. Dalam konteks ini, cerita itu ternyata mengindikasikan penulisnya mengidap sindrom psikosomatis.

Karyanya menyebut kondisi tersebut sebagai “Sindrom Pinokio.” Bagi mereka, Tokoh Pinokio, boneka kayu yang ingin menjadi manusia, mencerminkan kesalahan-kesalahan dalam memahami diri dan hubungan dengan dunia luar, yang serupa dengan pengalaman pasien psikosomatis yang berjuang dengan konflik internal dan representasi diri yang tidak stabil.

Carlo Collodi, yang nama aslinya adalah Carlo Lorenzini, menulis kisah Pinokio sebagai respons terhadap banyak konflik pribadi yang dihadapinya. Kehilangan ayah sejak usia muda, tanggung jawabnya sebagai anak tertua dalam keluarga besar, serta perjuangan politik dan sosial, membentuk narasi yang penuh makna.

Saat menulis kisah ini, Collodi dianggapnya sudah lemah karena asma dan menghadapi banyak kesulitan dalam hidupnya. Konflik-konflik pribadi ini tercermin dalam karakter Pinokio, yang terus-menerus melakukan kesalahan dalam upayanya menjadi manusia sejati.

Baca Juga :  Pandangan Plato Mengenai Swasembada

Pinokio terus-menerus terjebak dalam siklus salah menilai diri sendiri dan orang lain. Setiap langkah yang tampaknya membawa mereka lebih dekat pada realitas justru merupakan langkah mundur.

Sama seperti Pinokio, yang selalu menghadapi konsekuensi dari kebohongannya atau tindakannya yang impulsif, pasien psikosomatis juga sering menghadapi konflik. Ia tidak menangani masalah yang muncul dari ketidakmampuannya untuk menangani tekanan internal dengan cara yang sehat.

Meskipun kisah Pinokio penuh dengan humor dan kesalahan yang naif. Tema yang berulang-ulang tentang pencarian jati diri menjadi inti dari cerita ini, terlihat relevan dengan banyak konflik manusia nyata, utamanya yang mengidap sindrom psikosomatis.

Sellschopp-Riippell dan M. von Rad memeriksa kisah Pinokio dari perspektif reaksi khas pasien psikosomatis, ternyata terdapat sejumlah elemen yang sama. Pertama, Pinokio terbuat dari kayu, yang melambangkan ketiadaan emosi dan kemampuan motorik yang tidak terkoordinasi—sebuah ciri yang sering dapat ditemui pada pasien psikosomatis yang mengalami keterasingan dari emosi mereka sendiri. Pinokio hanya menunjukkan emosi tertentu, seperti agresi destruktif dan keputusasaan mendadak, yang juga menggambarkan kesulitan pasien psikosomatis dalam mengelola respons emosional mereka.

Kedua, ketidakmampuan Pinokio untuk menghubungkan pengalaman batin dengan tindakan nyata menjadi paralel dengan pasien psikosomatis. Pembentukan pengalaman mereka terjadi lebih melalui dorongan eksternal dan latihan kinerja daripada refleksi internal yang bermakna. Ini terlihat dalam usahanya yang terus-menerus untuk menyelaraskan keinginan dengan realitas yang keras kepala, seperti dalam pencariannya untuk mencapai “tanah mainan.”

Baca Juga :  Model Kurikulum Murray Print: Solusi Menggapai Pendidikan Progresif

Ketiga, Juga ditemukan rasa kehilangan dalam diri Pinokio. Hal ini mengindikasikan adanya pemicu respons panik yang dianggapnya mengancam hidup. Situasi ini juga sering kali terjadi pada pasien psikosomatis saat menghadapi situasi emosional yang tidak dapat mereka kelola.

Keempat, Kurangnya introspeksi pada Pinokio menambah kecenderungannya untuk mencari objek transisi, namun selalu gagal. Hal demikian dikarenakan, kurangnya pemahaman yang mendalam tentang dirinya dan hubungan dengan dunia.

Jadi jika dihubungkan dengan struktur hubungan orangtua-anak dalam kasus psikosomatis, Sellschopp-Riippell dan M. von Rad melihat ada kemiripan yang menarik. Pada pasien psikosomatis, tuntutan kesetiaan yang berlebihan kepada keluarga mengikat mereka dalam konflik dengan objek cinta yang lain, mirip dengan relasi Pinokio dan Geppetto.

Orangtua dalam kasus ini sering kali membutuhkan anak secara berlebihan namun gagal hadir ketika anak membutuhkan dukungan emosional. Ayah yang kuat secara berlebihan dan ibu yang tidak stabil menciptakan lingkungan yang penuh ketidakpastian emosional. Hal ini yang menjadi sumber lahirnya penyakit psikosomatis.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi
Anggota Komisi X DPR RI Apresiasi Buku Pengembangan SDM Modern Karya Dosen FISIP UNEJ
PWI Jember Latih Humas SMA/SMK dan SLB Kuasai Teknik Jurnalistik
UM-PTKIN UIN KHAS Jember 2025, Siapkan Kuota 4.230 Mahasiswa Baru
Buku Nabiel A. Karim Hayaze’, Gambarkan Musik Gambus Sebagai Simfoni Perekat Bangsa
Kartini, Lentera Pendidikan Perempuan
Sebanyak 782 Ijazah Diantar ke Rumah Siswa Secara Gratis, Cabdin Jember: Tak Ada Lagi Penahanan Karena Tunggakan
Model Kurikulum Murray Print: Solusi Menggapai Pendidikan Progresif

Baca Lainnya

Jumat, 16 Mei 2025 - 03:57 WIB

Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi

Jumat, 9 Mei 2025 - 18:10 WIB

Anggota Komisi X DPR RI Apresiasi Buku Pengembangan SDM Modern Karya Dosen FISIP UNEJ

Kamis, 8 Mei 2025 - 20:30 WIB

PWI Jember Latih Humas SMA/SMK dan SLB Kuasai Teknik Jurnalistik

Kamis, 24 April 2025 - 15:31 WIB

UM-PTKIN UIN KHAS Jember 2025, Siapkan Kuota 4.230 Mahasiswa Baru

Rabu, 23 April 2025 - 18:30 WIB

Buku Nabiel A. Karim Hayaze’, Gambarkan Musik Gambus Sebagai Simfoni Perekat Bangsa

TERBARU

Historia

Menengok Ulang Wajah Reformasi 1998

Rabu, 21 Mei 2025 - 12:19 WIB

Kolomiah

Ekoteologi Dan Iman Yang membumi

Selasa, 20 Mei 2025 - 20:22 WIB