Frensia.id- Penyebab perguruan tinggi di Indonesia mengalami kegelapan adalah salah tema kajian Prof. Masduki. Ia adalah guru besar yang Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Kemarin 23/08/2024, ia diundang di Podcast Mojokdotco. Salah satu yang dibahas dalam kesempatan tersebut adalah konten pidato pengukuhan guru besar setahun yang lalu.
Prof Masduki merupakan guru besar pertama dalam bidang ilmu komunikasi. Saat dikukuhkan, ia berpidato dengan tajuk “Kebebasan Akademik dan Resiliensi Otoritarianisme di Indonesia“.
Salah satu yang menarik dari pidatonya adalah kegelapan perguruan tinggi di Indonesia. Ia mengistalahkan kondisi tersebut dengan istilah yang digunakan Peter Flaming, “Dark Academia”.
Menurutnya ada tiga hal yang menyebab perguruan tinggi di Indoenesia mengalami kegelapan dan kerusakan budaya yang parah. Baginya, budaya kampus saat ini jadi korban dari kuat beberapa arus besar yang saat ini terjadi.
Struktur Neoliberal
“Perguruan tinggi ini, hidup dengan otonomi, dalam makna sifatnya otonomi pasar”, ujarnya.
Bagi perguruan tinggi saat ini berperan di saat negera kurang berperan dalam gelombang pasar global. Akibatnya, kampus-kampus tak ubahnya perusahaan. Layanan pendidikan terlihat diperjual belikan dengan harga yang tidak murah.
Saat ini kampus di Indonesia terlihat bertanding menjadi yang terbaik di pesaran. Situasi semakin gelap, sebab pasar perguruan tinggi harus mengikuti standar industrialisasi pemeringkatan pasar global.
Pada akhirnya, kampus mengalami kelemahan di sisi menjawab kebutuhan pendidikan tinggi yang benar-benar dibutuhkan.
Warisan Birokratisasi
“Waktu mereka habis, intelektulisme itu kemudian berhenti”, tambahnya.
Prof Masduki menyebut alasan kedua masyarakat kampus mengalami kegelapan adalah kuatnya budaya birokratisasi kampus. Dosen dan kampus dipaksa melakukan hal-hal birokratis yang melelahkan.
Mereka harus mengetahui dan dipaksa memakai aplikasi yang banyak macamnya. Akhirnya, mereka hanya sibuk menyelesaikan tugas-tugas yang sifatnya, hanya administratif.
Intelektualitasnya pun akhirnya berhenti. Pasalnya, ia tak ada waktu untuk baca buku, apalagi meneliti.
Tekanan Politisasi
“Pemilihan rektor di PTN 35% di PTN, suara menteri”, tandasnya.
Kata Prof Masduki, jika seseorang terpilih jadi rektor, ia pasti memiliki hutang budi pada pejabat kementerian. Karena itu, rektor tidak merdeka.
Rektor yang terpilih pada umumnya menerima titipan. Misalnya, dalam pemilihan wakil dekan dan wakil rektornya, harus sesuai titipan.
Ketiga gelombang besar ini, yang membuat kampus di Indonesia mengalami kegelapan. Yang mengistilahkan carut marut demikian sebagak represi perguruan tinggi.