Frensia.id – Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) Kabupaten Jember diduga tidak netral dalam aksi yang dilakukan oleh sekelompok warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pemilu Jurdil (AMP2J), pada Rabu (13/11).
Saat massa aksi berada di depan kantor KPU, salah satu orator menuntut mengusut tuntas dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggaran Pemilu dari tingkatan kecamatan hingga Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam Pilkada 2024.
Seperti telah terbit dalam berita sebelumnya dengan judul, “Berani Temui Massa Aksi, KPU Siap Proses Penyelenggara Yang Tak Netral” salah satu Komisioner KPU, Andi Wasis berjanji akan memberhentikan penyelenggara dibawahnya jika terbukti.
Namun, orator aksi lainnya menganggap hal tersebut hanya alibi, seharusnya komisioner bertindak tegas tanpa menunggu laporan dari masyarakat.
“Seharusnya KPU menindaklanjuti ketika mengetahui adanya dugaan kecurangan yang tersebar lewat media sosial. Jika tidak ada tindakan, maka KPU terkesan normalisasi kecurangan”, teriak sang orator.
Selain itu, sang orator juga mendesak komisioner KPU memberikan ketegasan untuk mempertaruhkan jabatannya, jika tidak dapat memenuhi tuntutan dari massa aksi. Karena hal tersebut juga dapat menjadi indikasi keterlibatan komisioner dalam kecurangan yang dinilai terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).
Di lain tempat, Guru Besar Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, M.Fil.I., menyampaikan bahwa jika komisioner KPU terbukti melakukan kecurangan dapat dituntut untuk mundur dari jabatannya serta melaporkannya pada DKPP.
“Tidak hanya melakukan aksi demonstrasi, masyarakat dapat memulai dugaan kecurangan komisioner dengan membuat pernyataan mosi tidak percaya pada KPU dan produknya, seperti debat Pilkada, dan lain-lain,” tutur Prof. Harisudin saat dihubungi Frensia.id pada Rabu (13/11).
Selain itu, Prof. Haris juga mengaku merasa malu sebagai salah satu panitia seleksi (Pansel) yang meloloskan para komisioner KPU yang kini menjabat, ternyata bermasalah dalam hal netralitas.
“Kita masih bertanggung jawab sampai lima tahun depan; bagaimana KPU menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan baik”, imbuh Prof. Harisudin yang juga Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara.