“Dalam kasus UGM, radikalisasi telah terjadi sejak dasawarsa 80-an oleh kelompok salafi jihadis. Era 80-an juga ditandai dengan ideologisasi LDK oleh kelompok tarbiyah” _Prof Zainul Hamdi
Frensia.id- Prof Inung yang memiliki nama lengkap Zainul Hamdi sebelum menjabat sebagai Diktis Kementerian Agama, ia adalah dosen sekaligus peneliti dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Ternyata, sebagai peneliti, ia pernah menemukan 5 fakta bahwa radikalisme telah lama terjadi di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Temuan yang telah dipublikasi dalam repository UINSA ini pada tahun 2021 silam, tentu sangat mengejutkan. Pasalnya, UGM adalah kampus besar di Indonesia, tentu miris jika ternyata terindikasi menjadi tempat bercokolnya radikalisme agama.
Prof Inung mengungkap fakta tersebut saat dirinya meneliti tentang intoleransi dan radikalisme agama di perguruan tinggi negeri. Dalam penelitiannya, ia menjabarkan bahwa nyaris tidak ada satupun narasumber yang diwawancarai, menyangkal adanya radikalisme di kampus UGM.
Baginya, proses deradikalisasi kampus UGM dalam merespons fenomena radikalisme masih cukup menemui banyak masalah. Mulai ketiadaan aturan kebebasan akademik, hingga kompleksitas jaringan radikalisme yang memang telah lama menyebar, menjadi faktor yang memperlemah proses penanganan radikalisme agama di kampus terbesar se-Indonesia tersebut.
Riset yang dilakukan Prof Inung terlihat sangat detail menggambarkan fakta radikalisme agama benar-benar terjadi di UGM. Ia menggambarkan geo spasial penyebaran, kajian hingga pengalaman-pengalaman mahasiswa ex-radikal agama.
Sedikitnya, ada 5 fakta secara garis besar yang diungkapnya. Dalam pantauan Frensia.id, keenam fakta ini merupakan hasil besar penelitian yang dilakukannya.
Radikalisme Agama Di UGM Telah Lama
Radikalisasi di UGM, menurut Prof Inung, telah menjadi sangat kompleks dan bahkan telah berlangsung lama. Fenomena demikian diungkapnya mulai terjadi sejak dasawarsa 80-an di beberapa kampus, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada era 80-an, kelompok salafi jihadis mulai memasuki kampus-kampus, termasuk UGM. Kelompok ini membawa ajaran dan ideologi yang cenderung radikal dan berupaya merekrut mahasiswa untuk mendukung agenda mereka.
Kelompok tarbiyah melakukan ideologisasi melalui Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Mereka berhasil mempengaruhi dan menguasai organisasi kemahasiswaan intra kampus. Yang demikian, terjadi pasca reformasi dan dilakukan melalui saluran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Tiga Kelompok Radikal Hebat UGM
Ada tiga kelompok, yang disebutkan Prof Inung sukses melakukan meradikalisasi mahasiswa UGM. Ketiganya adalah kelompok salafi, tarbiyah, dan HTI.
Tiga kelompok ini mengincar mahasiswa baru melalui berbagai paket kajian keislaman yang menarik dan fasilitasi berbagai kebutuhan khas mahasiswa baru. Walaupun sistem jaringan ketiganya berbeda, namun mereka sama membangun basis-basis sosial-keislaman yang cukup radikal.
Fenomena ini menunjukkan pentingnya kesadaran dan pendidikan kritis bagi mahasiswa mengenai berbagai ideologi dan pandangan keislaman yang ada, serta perlunya pengawasan dan pendekatan yang holistik dari pihak kampus dan pemerintah untuk menjaga keberagaman dan toleransi di lingkungan akademik.
Tindakan Permisif Pada Intoleransi Agama di UGM
Narasi keislaman yang dibawa oleh kelompok salafi, tarbiyah, dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memiliki kecenderungan eksklusif dan intoleran. Wacana keagamaan yang dimuncul lebih mengarah pada kesepakatan pada radikalisme agama.
Prof Inung menegaskan bahwa walaupun ketiga kelompok memiliki agenda politik dan keislaman yang berbeda. Namun mereka memiliki kesamaan dalam hal wacana agama yang permisif pada aksi intoleransi dan radikalisme agama
Kuatnya Radikalisme di Fakultas Eksakta Dan Organisasi Intra UGM
Prof Inung juga mengungkap bahwa fakultas eksakta di UGM tampak sangat dekat pada kelompok gerakan salafi, tarbiyah hingga HTI. Kelompok-kelompok radikal tidak hanya menyebarkan paham agamanya di masjid dan LDK kampus.
Hampir semua organisasi intra kampus berafiliasi dengan gerakan kelompok ini. Salah satunya yang ditengarai kuat adalah di Fakultas eksakta.
Upaya Deradikalisasi Di UGM Masih Lemah
Prof Inung juga melihat ada upaya yang dilakukan untuk meredam kelompok radikal di UGM. Hanya saja ia melihat masih ada keterbatasan atau kelemahan.
Ia melihat ada tiga hal yang menyebabkannya lemah, yakni tidak adanya aturan, keterbatasan sumber daya manusia di UGM, dan tidak tepatnya narasi agama yang diwacanakan sebagai anti tesa.
Mengambil pelajaran dari pengaruh kekuatan-kekuatan Islam radikal di sekitar UGM, Prof Inung memberikan rekomendasi penting. Ia memandang sudah saatnya, UGM menjalin kerja sama dengan kelompok-kelompok Islam moderat.
Beberapa kelompok yang direkomendasinya diantaranya, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Melalui kerja sama dengan dua kelompok ini, dianggapnya dapat membangun dan memperkuat dakwah Islam yang damai dan inklusif baik di dalam maupun di sekitar kampus.
Selain itu, sangat penting untuk memperkuat organisasi kemahasiswaan yang dikenal sebagai kekuatan Islam moderat. Adapun organisasi yang direkomendasinya adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).