Profesor Plagiator Adalah Penjahat Intelektual, Sanksinya Berat!

Ilustrator Profesor Plagiator (Sumber: Freepik)
Ilustrator Profesor Plagiator (Sumber: Freepik)

Frensia.Id- Profesor asal Universitas Nasional lagi ramai, sebab diduga plagiator karya. Jika terbukti pasti perbuatannya dianggap sebagai pelanggaran hukum dan sanksinya berat.

Tentu, bukan hanya melanggar hukum positif saja, namun bisa juga dianggap melanggar hukum Islam. Hal demikian sebagaimana yang ditulis oleh Rofiih, seorang akademisi asal Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Ia menulis riset dengan judul “Plagiator; Penjahat Intelektual (Studi Komparatif Antara Hukum Positif dan Huku Islsm)“. Karyanya ini diterbitkan dalam institusional repository UIN Suka tahun 2005.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, keberadaan Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional membawa implikasi yang kompleks. Utamanya, dalam konteks perang global terkait dominasi ekonomi melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Saat ini, persaingan di ranah teknologi memunculkan tantangan berat terkait hak eksklusif atas ide, inovasi, karya, dan penemuan. Hal demikian ini yang mendorong orang melalukan tindakan plagiat.

Dorongan untuk mencapai keuntungan secara cepat seringkali menjadi pendorong utama tindak pidana terhadap Hak Cipta. Sang plagiator secara sembrono mengambil karya orang lain tanpa mempertimbangkan etika atau hak moral pencipta. Mereka kemudian mempublikasikan karya tersebut seolah-olah adalah hasil kreativitas mereka sendiri.

Dalam konteks ini, para Rofiih tertarik untuk mendalami kategori dan identifikasi plagiarisme sebagai pelanggaran Hak Cipta. Tindikan ia lihat dalam sudut hukum positif dan Islam.

Ia memperinci bahwa menurut hukum positif, merujuk pada Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, plagiarism adalah upaya menghilangkan atau menyembunyikan nama pencipta dari karya yang diakui.

Sedangkan dalam konteks hukum Islam, plagiarisme dipandang sebagai salah satu masalah kontemporer yang memerlukan pendekatan ijtihad untuk menyelesaikannya.

Dalam hukum positif, sang plagiator dianggap sebagai melakukan pelanggaran Pasal 72 ayat (6) Undang-undang Hak Cipta. Sementara dalam hukum Islam, dapat diinterpretasikan sebagai tindakan melawan hak kepemilikan intelektual orang lain yang tidak berwujud materi. Sanksi dapat diistilahkan jarimah ta’zir.

Kedua sistem hukum memandang plagiarisme sebagai pelanggaran serius yang harus ditindak dengan sanksi hukum. Hukuman dalam hukum positif Indonesia untuk pelaku plagiatisme bisa berupa kurungan maksimal 2 tahun atau denda hingga 150 juta rupiah.

Sementara dalam hukum Islam juga demikian, bahkan lebih parah. Sanksi bisa termasuk penjara, pengasingan, denda, hingga perampasan harta hasil kejahatan tersebut.

Jadi, jika seorang profesor menjadi plagiator, mestinya bisa dikenakan sanksi-sanksi yang berat tersebut. Penjelasan tentang sanksi ini tentu penting untuk dipertimbangkan dalam kasus plagiat yang saat ini nyaris terjadi di semua sektor.

Temuan penelirian Roffih menegaskan pentingnya pemahaman mendalam terhadap perlindungan hak cipta dan konsekuensi hukumnya. Temuanya sangat urgen, apalagi jika dilihat dari konteks dinamika globalisasi dan kemajuan teknologi dewasa ini.