Frensia.id – Raja Yordania, Abdullah II bin Al-Hussein menyerukan tindakan internasional yang lebih kuat untuk menanggapi krisis yang sedang berlangsung di Gaza, mengecam serangan militer Israel dan keadaan kemanusiaan yang semakin memburuk.
Dalam pidatonya yang penuh gairah, Abdullah II bin Al-Hussein di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-79 pada tanggal 24 September 2024.
Berbicara di hadapan delegasi global, Raja Abdullah II menyoroti pergolakan politik dan konflik regional yang telah ia saksikan selama lebih dari dua dekade berdiri di podium PBB.
“Saya tidak dapat mengingat masa yang lebih berbahaya daripada saat ini,” ujarnya, menggambarkan situasi saat ini sebagai serangan terhadap legitimasi dan otoritas moral PBB.
Dengan tegas, Raja Abdullah II mengkritik ketidakmampuan simbol-simbol PBB, seperti bendera biru yang berkibar di atas penampungan dan sekolah di Gaza, untuk melindungi warga sipil Palestina dari serangan militer.
Keadaan ini, menurutnya, telah menimbulkan salah satu tingkat kematian dan kelaparan tercepat dalam konflik modern, serta mencatat jumlah amputasi pada anak-anak dan penghancuran infrastruktur yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Raja Abdullah juga mengecam ketidakadilan global, mengatakan bahwa beberapa negara berada di atas hukum internasional dan bahwa hak asasi manusia bersifat selektif.
Ia memperingatkan bahwa melemahkan lembaga-lembaga internasional merupakan ancaman serius terhadap keamanan global.
Menanggapi kondisi tersebut, Raja Abdullah mengajak negara-negara anggota PBB untuk bergabung dengan Yordania dalam “Gerbang Kemanusiaan Gaza internasional”, sebuah inisiatif untuk mengirimkan bantuan makanan, air bersih, obat-obatan, dan kebutuhan penting lainnya kepada penduduk Gaza.
“Bantuan kemanusiaan tidak boleh menjadi alat perang,” tegasnya pada tanggal 24/09/2024.
Dalam mengakhiri pidatonya, Raja Abdullah mengingatkan pesan perdamaian yang disampaikan oleh ayahnya 64 tahun yang lalu di Majelis Umum PBB, menekankan pentingnya keberanian dan tindakan tanpa rasa takut dalam menghadapi krisis.
Dia menyerukan kepada negara-negara untuk bersatu dalam solidaritas dan tindakan kemanusiaan, menolak untuk menyerah pada masa depan yang didominasi oleh perpecahan dan konflik.
Pidato Raja Abdullah menandai momen penting dalam diplomasi internasional, mendesak komunitas global untuk tidak hanya berbicara tetapi bertindak demi kemanusiaan dan keadilan.