Sayap-Sayap Patah, Novel Kahlil Gibran yang Penuh Ratapan

Selasa, 13 Agustus 2024 - 10:42 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

novel kahlil gibran sayap-sayap patah (Ilustrasi/Arif)

novel kahlil gibran sayap-sayap patah (Ilustrasi/Arif)

Frensia.id- Novel pendek yang ditulis oleh Kahlil Gibran, dengan berbahasa Arab ini mempunyai judul asli Al-Ajnihah Al-Mutakassirah. Pertama kali terbit pada tahun 1922. Dalam versi bahasa Indonesia muncul beberapa terjemahan diantaranya adalah oleh sastrawan kenamaan Indonesia, Sapardi Djoko Damono.

Sapardi menerjemahkan masterpiece Gibran dari bahasa Inggris, dengan judul yang secara etimologis sama, The Broken Wings. Terjemahan lain juga dilakukan oleh M.Ruslan Shiddiq, dengan judul yang sama pula.

Lewat anugrah sensitivitasnya, dalam menggoreskan kata untuk menarik makna ke suatu suasana hening dan kedalaman jagat batin penulis. Gibran berhasil menyihir pembaca seolah merasakan perih dan luka sebagaimana yang ia kehendaki dalam cerita roman tersebut.

Konon karya ini diilhami oleh pengalaman penulis langsung, bahwa selama di Libanon ia pernah mengalami nasib tragis, bertemu dengan seorang gadis bernama Hala Dohir. Tetapi keluarga dari gadis tersebut menolaknya.

Sebagaimana karya Gibran seluruhnya, bermuatan tema cinta dengan gaya bahasa yang digunakan cenderung cengeng. Begitu pula dengan karyanya yang satu ini, Al-Ajnihah Al-Mutakassirah. Ciri khas lain dari Gibran adalah penggunaan metafor yang cukup dominan. Pembaca akan mendapati pembacaan atas percakapan panjang ataupun pendek seolah sedang membaca larik-larik puisi.

Novel yang mencakup sebanyak sebelas bab pendek-pendek ini menggunakan tokoh pertamanya sebagai“Aku”, Cerita dimulai dengan ratapan pilu, yang menghadirkan seluruh kemalangan dari isi cerita.

Perjumpaan antara si Aku dan Selma Karamy dimulai ketika ia (Aku) berkunjung ke rumah teman ayahnya, bernama Farris Afandy.

Kunjungan pertamanya ke kediaman Farris Affandy, menjadi awal dari seluruh cerita dimana cinta antara dirinya dan Selma Karamy dimulai. Dari kunjungannya itu, Farris kembali memberikan penegasan dari kalimatnya dulu, agar anak temannya itu sering-sering berkunjung ke rumahnya.

Ia mendapatkan sambutan hangat dari tuan rumah, begitu pula dirinya mendapatkan hal aneh yang belum pernah ia temukan dalam hidupnya setelah bertemu dengan Selma. Kesan pertama yang terbentuk dalam benaknya adalah sebuah pertanyaan.

Apakah jiwa Selma dan jiwaku bersentuhan pada hari ketika kami bertemu, dan apakah kerinduan itu membuatku melihatnya sebagai perempuan paling cantik dibawah matahari?

Sampai pada suatu hari, ketika Farris Affandy mengundangnya makan malam. Pada waktu yang sama datanglah seorang utusan uskup yang meminta kehadiran Farris untuk bertemu, telah disiapkan kereta untuknya.

Baca Juga :  AMRM Tuntut Perbaikan Layanan Mudik di Pelabuhan Jangkar

Sehingga tinggallah dua orang anak muda sendiri dirumah tersebut. Didalam kebun seraya menanti munculnya bulan, Selma Karamy mengucapkan kata-kata yang menjadi renungan bagi si Aku dan juga sebagai pintu gerbang hubungan antara keduanya.

“Kegelapan menyembunyikan pohon-pohon dan bunga-bunga dari penglihatan kita, tetapi ia tidak akan menyembunyikan cinta dari hati kita”.

Sesampainya Farris Affandy dari kunjungannya atas panggilan Uskup Bulos Galib, yang mana pada intinya adalah perjodohan antara Selma Karamy dan kemenakan Uskup, yaitu Mansour Bey Galib.

Prahara dan ratapan kesedihan dimulai ketika tangan takdir menghendaki hubungan yang tidak diinginkan mesti terjadi. Farris menyampaikan berita tersebut kepada putrinya Selma dengan penggunaan kata “merenggut”. Artinya putri semata wayangnya sebentar lagi akan tidak bersamanya, setelah resmi menjadi istri orang. Sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Uskup.

Tidak hanya seorang bapak yang kehilangan putrinya, melainkan si “Aku” yang telah mengenal Selma dalam kadar waktu yang tidak lama akan kehilangan seseorang yang menemaninya menanti bulan muncul dalam gelap malam.

Peristiwa perjodohan yang diceritakan oleh Gibran bukanlah perjodohan suka sama suka, entah antara dua anak manusia atau antara kedua belah pihak dari orang tua.

Ia melukiskan akan terjadinya pemaksaan dengan menggunakan fasilitas kuasa agama yang dimiliki oleh Uskup tersebut. Cinta dalam beberapa sudut pandang memang mempunyai hasrat akan keabadian, tetapi tidak sedikit yang menggunakan atas nama cinta untuk memperoleh satu bentuk atau cara menjadi abadi.

Perjodohan tersebut terjadi sebagai bentuk hasrat dari Uskup yang  menginginkan agar kemenakannya, Mansour Galib Bey menjadi sejahtera dan kaya dengan harta dari keluarga Selma, mengingat ia adalah putri satu-satunya.

Dari pihak Farris Affandy, tidak bisa menolak karena nama baik Selma akan menjadi tercemar lewat lidah yang akan dikeluarkan oleh kapasitas seorang Uskup.

Hari-hari setelah pernikahan adalah ratapan dan kesedihan. Perih menjadi berlapis setelah Farris Affandy meninggal dunia. Selma tidak lagi mempunyai siapapun yang akan menjaga dan menghiburnya, tinggal si Aku karakter yang terluka pula.

Baca Juga :  Timbreng Ulu, 5 Pesona Daerah Perbatasan Pinggiran Kota Situbondo

Maka Selma mesti menjalani kehidupan dengan sayapnya yang patah.Sebagaimana doa yang ia panjatkan,”oh Tuhan kasihanilah aku, dan pulihkanlah sayap-sayap ku yang patah”.

Meskipun Selma menjadi istri sah Mansour Galib Bey, ia masih bertemu dengan si Aku di sebuah kuil secara sembunyi-sembunyi. Si Aku ini menunjukkan karakter yang tulus dalam mencintai Selma, seolah ia mengerti kiranya bahwa cinta yang tulus berdasarkan pertautan jiwa yang suci tidak bisa dibatasi oleh system-sistem social yang justru bisa mengekangnya.

Sekalipun hal tersebut secara kesopanan social sudah mencederai nilai-nilai yang telah disepakati bersama. Karena bagi suami sah Selma, mengetahui kalau istrinya sedang berduaan dengan laki-laki lain adalah bentuk penghinaan dari ikatan keramat pernikahan.

Tetapi sayangnya, yang menjadikan prihatin, bahwa suaminya tidak peduli kepada Selma, sedang ada dimana dengan siapa dan kapan. Mansour Galib Bey lebih banyak menggunakan waktunya bersama gadis-gadis lain. Dalam bahasa Gibran, untuk menjelaskan status social gadis-gadis tersebut.

“ gadis-gadis malang yang telah digiring oleh kemiskinan memasuki rumah yang kotor, gadis-gadis yang menjual tubuhnya untuk roti, yang adonannya adalah darah dan air mata”.

Selma mengandung dan melahirkan seorang bayi, tidak lama bersamaan dengan terbitnya mentari bayi tersebut meninggal. Disusul tidak lama kemudian dengan kematian Selma. Sebelum meninggal ia berkata kepada anaknya yang telah meninggal.

Ketika desas-desus peziarah saling sahut-menyahut membicarakan Mansour Galib Bey, diantaranya ada yang bilang,”lihatlah Mansour Bey: ia menatap langit seolah matanya terbuat dari kaca. Ia tidak Nampak seperti baru kehilangan istri dan anak dalam satu hari”.Yang lain berkata,”pamannya Uskup akan menikahkannya lagi besok dengan seorang perempuan yang lebih kaya dan lebih kuat”.

Sedangkan di sisi lain, si Aku meratap dengan kesedihan tiada tara berkata kepada penggali kuburan,”di lubang ini anda juga sudah menguburkan hatiku”.

Demikianlah GIbran mengakhiri ceritanya tanpa berusaha untuk mencari cara bagaimana narasi-narasi yang ia tampilkan menunjukkan adanya harapan.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Mandi Pagi di Pantai: Kebiasaan Menyehatkan yang Didukung Ilmiah
Timbreng Ulu, 5 Pesona Daerah Perbatasan Pinggiran Kota Situbondo
Petualangan Don Quixote, Novel Besar yang Bercerita tentang Orang Gila
The Architecture of Love, Film Romance yang Menghadirkan Pertarungan Eksistensial Dalam Diri
Dag Solstad, Sastrawan Terbesar Norwegia Tutup Usia
AMRM Tuntut Perbaikan Layanan Mudik di Pelabuhan Jangkar
Jobin, Novel Terbaru Pidi Baiq di Awal Tahun 2025
Ekspedisi Alexander yang Agung, Berjumpa dengan Manusia-Kuda

Baca Lainnya

Rabu, 9 April 2025 - 08:42 WIB

Mandi Pagi di Pantai: Kebiasaan Menyehatkan yang Didukung Ilmiah

Rabu, 2 April 2025 - 16:15 WIB

Timbreng Ulu, 5 Pesona Daerah Perbatasan Pinggiran Kota Situbondo

Selasa, 1 April 2025 - 23:23 WIB

Petualangan Don Quixote, Novel Besar yang Bercerita tentang Orang Gila

Senin, 31 Maret 2025 - 19:20 WIB

The Architecture of Love, Film Romance yang Menghadirkan Pertarungan Eksistensial Dalam Diri

Senin, 17 Maret 2025 - 22:14 WIB

Dag Solstad, Sastrawan Terbesar Norwegia Tutup Usia

TERBARU

Opinia

Meluruskan Makna Kemanusiaan

Jumat, 18 Apr 2025 - 06:34 WIB

Kolomiah

Belajar dari Arsenal dan Real Madrid: Part II

Kamis, 17 Apr 2025 - 12:29 WIB

Gambar Camilan Viral! Kue Mancho, Ternyata Resepnya Sederhana (Sumber: Grafis Frensia)

Kulineria

Camilan Viral! Kue Mancho, Ternyata Resepnya Sederhana

Rabu, 16 Apr 2025 - 13:32 WIB