Sering Dilarang Pemerintah, Harian Rakyat Sempat Menjadi Surat Kabar Terpopuler

surat kabar harian rakyat
surat kabar harian rakyat (Ilustrasi/Arif)

Frensia.id- Pada masa kejayaannya Harian Rakyat sempat menjadi surat kabar paling populer dengan sirkulasi 23.000 eksemplar, sampai kemudian ditutup seiring dengan peristiwa Gerakan 30 September. Tepatnya pada 2 Oktober 1965.

Media cetak yang didirikan oleh Partai Komunis Indonesia ini, pertama kali menerbitkan beritanya pada tahun 1951. Dikelola oleh Nyoto sebagai anggota dewan redaksi dan Mula Naibaho sebagai pempinan redaksi.

Dalam upaya melakukan publikasinya, Harian Rakyat memasang tarif harga, untuk ecerannya Rp. 0,60 sedangkan untuk langganan seharga Rp. 14,5 perbulan.

Bacaan Lainnya

Media yang mempunyai motto “untuk rakyat hanya ada satu harian, Harian Rakyat!” menampilkan gaya bahasa yang meledak-ledak, pemilihan kata yang menimbulkan persinggungan ini menjadi ciri khas.

Editorialnya bersifat konfrontatif, oleh karena itu sering kali terlibat konflik dengan media lain. Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan Harian Rakyat mengusung “jurnalisme konfrontasi”.

Sebab memang sering mempublikasikan sesuatu secara konfrontatif dan dianggap melanggar peraturan yang diberlakukan pemerintah, beberapa kali Harian Rakyat mendapatkan larangan untuk terbit.

Pertama kali mendapatkan larangan yaitu pada tanggal 13 September 1957, yang berlangsung selama 23 jam.

Kedua, pada tanggal 16 Juli 1959, akibat dari pernyataan CC PKI D.N. Aidit yang berjudul “Penilaian Sesudah Satu Tahun Kabinet Kerdja, Komposisi, Tidak Mendjamin Pelaksanaan Program 3 Pasal, Perlu Segera Direntui”.

Akibat ungkapan tersebut, akhirnya berimbas kepada ijin terbit yang diberikan oleh pemerintah kepada Harian Rakyat. Selama satu bulan media tersebut harus vakum.

Baru pada 2 Agustus 1959, bisa kembali beredar, itupun tidak berlangsung lama karena pada 2 November media ini harus kembali mendapatkan larangan, sekalipun alasannya tidak begitu jelas.

Alasan yang tidak jelas pula menyebabkan Harian rakyat dilarang terbit, persisnya saat memuat ceramah Nyoto di gedung SBKA pada 24 November 1959.

Hal serupa juga terjadi pada ulang tahun ke-10 Harian Rakyat. Pada waktu itu D.N Aidit memberi sambutan dengan mengangkat tema demokrasi dan kebebasan politik.

Akhirnya Harian rakyat harus mendapatkan sanksi dengan dicabutnya izin terbit, alasan pemerintahadalah karena isi dari pidato tersebut dapat mengganggu stabilitas politik Indonesia.     

Setelah peristiwa Gerakan 30 September, tepatnya 2 Oktober 1965 Harian Rakyat terbit untuk yang terakhir kalinya. Editor menyampaikan kata-kata terakhirnya,”banyak-banyak terimakasih, sekalian pembaca”.