Frensia.id- Silampukau merupakan Band Indie Indonesia yang tak ada habis-habisnya mengungkap nasib warga perkotaan. Dalam setiap lirik lagunya, diarahkan untuk mengurai setiap jengkal tingkah laku hingga tradisi kelompok masyarakat yang disebut oleh akademisi sebagai kaum Urban.
Dari sekian album Silampukau, yang sangat jelas membahas kaum urban adalah “Dosa, Kota dan Kenangan”. Album ini yang disusun selama enam tahun tersebut, tentu tidak mudah.
Para musisi Silampukau mengeksplorasi berbagai aspek musik, yang pada akhirnya memperkaya karya-karya mereka. Album Dosa, Kota, & Kenangan, cukup mengundang antusiasme penggemar sudah terasa bahkan sebelum album resmi diluncurkan.
Terbitnya beberapa lagu di platform seperti YouTube justru meningkatkan rasa penasaran dan ekspektasi terhadap album penuh makna mereka. Lagu Puan Kelana, yang telah dinikmati banyak orang melalui video penampilan panggung mereka di Folk Music Festival 2014, menjadi salah satu contoh bagaimana karya mereka dapat mencuri perhatian bahkan sebelum perilisan resmi.
Hal yang tentu juga membuat album ini meledak adalah penampilan mereka saat di Folk Music Festival 2014 di Surabaya Town Square (Sutos). Event tersebut tidak hanya memperkenalkan lagu-lagu baru mereka kepada penonton, tetapi juga menunjukkan kemampuan mereka dalam memberikan penampilan live yang memukau.
Uniknya lagi, Album diteliti oleh banyak akademisi sastra. Salah satunya adalah Andre Setyadi yang berasal dari Fakultas Ilmu budaya Universitas Diponegoro.
Riset ini merupakan penelitian serius yang dikerjakannya sebagai tugas akhir strata 1. Bahkan hasil temuannya telah dipublikasi dalam Repostory Undip sendiri tahun 2017 lalu.
Ada dua teori yang dipakainya dalam memandang bait-bait lagu Silampukau dalam album fenomenal tersebut. Keduanya adalah teori norma strata dan semiotika Peirce.
Hasilnya ada beberapa yang dianggap berhasil menyajikan kondisi kaum Urban perkotaan. Misalnya dalam lima lagu di bawah ini;
“Bianglala”
Lagu ini menggambarkan hiburan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Hiburan ini menjadi simbol dari perjuangan dan kesenangan sederhana yang dapat dinikmati oleh mereka yang berada di strata sosial lebih rendah.
“Bola Raya”
Lagu ini, meskipun dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, sebenarnya mencerminkan hak-hak kaum proletar yang seringkali dirampas oleh kaum kapitalis. Ini menunjukkan ketimpangan sosial yang ada di masyarakat.
“Lagu Rantau”
Lagu ini menceritakan tentang masyarakat urban, khususnya kaum buruh, yang berjuang keras untuk merantau ke Surabaya demi mencari kehidupan yang lebih baik. Lagu ini menggambarkan kerasnya kehidupan dan perjuangan mereka.
“Sang Juragan”
Lagu ini merepresentasikan ekonomi yang fluktuatif, di mana tokoh dalam lagu ini melakukan berbagai cara, termasuk yang tidak etis, untuk menjadi kaya, seperti berjualan minuman keras. Ini menunjukkan dilema moral dan tekanan ekonomi yang dihadapi individu.
“Si Pelanggan”
Lagu ini mengisahkan kehidupan di kawasan Gang Dolly, yang terkenal sebagai kawasan lokalisasi. Lagu ini menggambarkan potret sosial yang kompleks dan sering kali gelap dari masyarakat yang tinggal dan bekerja di sana.
Pada intinya, melalui analisis Andre Setyadi ini, ditemukan bahwa lirik-lirik dalam album Dosa, Kota, dan Kenangan berbicara tentang masyarakat urban dan konflik antara kaum kapitalis dan kaum proletar. Lagu-lagu tersebut tidak hanya menggambarkan peristiwa sosial secara individual tetapi juga membentuk gambaran utuh tentang dinamika sosial di Surabaya.
Setiap tanda dalam lirik lagu merepresentasikan isu-isu sosial yang relevan dan menjadi cerminan dari realitas yang dihadapi oleh berbagai lapisan masyarakat urban.