Stoikisme Ramadhan (Part 5): Tamak dan Anomali Idealitas

Senin, 25 Maret 2024 - 16:29 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia.id – Seruan al-Qur’an mengenai kewajiban puasa (ramadhan) dalam Q.S al-Baqarah ayat 183 adalah seruan yang sangat indah. Pasalnya seruan dalam ayat tersebut datang dari Allah swt yang maha indah untuk orang-orang yang beriman. Seruan apalagi yang sangat indah jika bukan panggilan Tuhan terhadap hambanya yang beriman.

Seruan dalam Q.S al-Baqarah adalah seruan yang harus direspon dengan aktif jika ingin menjadi bagian didalamnya yakni menjadi orang bertaqwa. Seruan “hai orang-orang beriman” harus dijawab oleh manusia dalam kerangka menuju hamba Allah yang mendapat ‘gelar kehormatan’ taqwa.

Ketaqwaan ini dapat diraih jika manusia telah melakukan perintah Allah swt dengan sebenarnya serta telah membakar kesalahan dan dosa. Seperti pengertian secara bahasa ramadhan berarti “membakar atau pembakaran” tentu yang perlu dibakar adalah sifat — dalam hahasa al-Ghazali– syaithȃniyah yakni nafsu yang mendorong berbuat jahat seperti sifat rakus dan tamak.

Zeno, Filsuf yunani kuno pencetus Filsafat Stoisisme menegaskan “Manusia yang tamak itu seperti tanah berpasir yang tandus di gurun yang menghisap semua hujan dan embun dengan keserakahan, tetapi tidak menghasilkan tanaman atau tanaman yang bermanfaat untuk kepentingan orang lain.”

Baca Juga :  Tawadhu’! Pengasuh Pesantren Nurul Jadid Bicara Tentang Titel Pendidikannya

Ungkapan tersebut benar adanya seorang yang tamak mengakibatkan akan menggangu harmoni kehidupan manusia. Tentu tidak dilarang menjadi kaya, memiliki jabatan, atau menghindari kemiskinan, kesusahan hidup namun tidak dengan sikap tamak.

Hidup bahagia juga tidak dilarang, Plato menyebutnya sebagai Eudhomania. Artinya, kebahagiaan adalah keutamaan hidup. Tapi bukan berarti dengan tamak, stoisisme pun demikian mengajak manusia memiliki keutamaan hidup dengan sikap praktis yang membahagiakan. Namun sekali lagi bukan dengan sikap tamak.

Ketika segala aspek keputusan hidup didorong oleh nafsu ingin memiliki dengan sikap tamak. Alih-alih kebahagiaan yang didapat, justru cepat atau lambat ia telah mempersiapkan pada kesengsaraan, bukan kebahagiaan yang menjadi keutamaan hidupnya.

Sikap tamak ini bisa diendapkan dengan cara mujahadah salah satunya puasa di bulan ramadhan. Satu bulan manusia dilatih untuk tidak tamak dan rakus, sekalipun jelas-jelas sudah menjadi miliknya tapi jika bukan waktunya dinikmati tetap tidak bisa dinikmati.

Baca Juga :  Memenuhi Undangan Allah

Begitu juga dalam kehidupan manusia, apapun itu — entah karier, jabatan, materi, reputasi dll– sekalipun dikira pantas dimiliki tapi jika bukan waktunya untuk memiliki tentu tidak baik dimiliki, apalagi memang bukan miliknya, jika dipaksakan sikap tamaklah yang mendorongnya.

Namun realitasnya, konsep idealitas ramadhan yang semestinya menjadi piranti mendidik nafsu tamak ini tidak seutuhnya benar dan terjadi anomali. Bukan ramadhannya yang salah, tapi manusianya yang tidak secara utuh menangkap pesannya. Parsial, fragmentaris dan formalitas menjalaninya.

Tak jarang hingga saat ini sikap tamak, korupsi, nepotisme, penipuan, perampasan tanah, sengketa waris kerap masih kita saksikan padahal kita sudah berkali-kali berpuasa. Masih saja kita jumpai sikap tamak dan Anomali Idealitas (ramadhan).

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Ragam Tradisi Muharram di Berbagai Negara
Tahun Baru Hijriah dan Segelas Susu Putih: Warisan Spiritual Abuya Sayyid Muhammad
Antara Sanggan dan Doa: Wajah Sosial dari Tradisi Ziarah Haji
Pondok Pesantren Fathur Rahman Gelar Wisuda Kitab Kuning dan Resmikan Cabang MAKTUBA di Jember
Sinergi! Kemenag dan LD PBNU Kuatkan Kesadaran Ekoteologi Melalui Masjid
Tawadhu’! Pengasuh Pesantren Nurul Jadid Bicara Tentang Titel Pendidikannya
SMART, Tawaran Strategis Prof Hepni, Saat Hadiri Sosialisasi Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf
Menyelami Makna Dialog  Nabi Ibrahim dan Ismail

Baca Lainnya

Kamis, 26 Juni 2025 - 19:47 WIB

Ragam Tradisi Muharram di Berbagai Negara

Kamis, 26 Juni 2025 - 14:44 WIB

Tahun Baru Hijriah dan Segelas Susu Putih: Warisan Spiritual Abuya Sayyid Muhammad

Rabu, 25 Juni 2025 - 14:12 WIB

Antara Sanggan dan Doa: Wajah Sosial dari Tradisi Ziarah Haji

Senin, 16 Juni 2025 - 19:16 WIB

Pondok Pesantren Fathur Rahman Gelar Wisuda Kitab Kuning dan Resmikan Cabang MAKTUBA di Jember

Sabtu, 14 Juni 2025 - 22:29 WIB

Sinergi! Kemenag dan LD PBNU Kuatkan Kesadaran Ekoteologi Melalui Masjid

TERBARU

wadul Guse (Sumber: Instagram Wadul Guse)

Kolomiah

Wadul Guse dan Paradoksnya

Jumat, 4 Jul 2025 - 08:05 WIB