Frensia.id- Survey membuktikan bahwa ide Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masih berkembang kuat di negara ini. Bahkan juga masih dianggap mempengaruhi dinamika politik.
Amirullah dan Rahmawati, dua akademisi dari Universitas Karya Dharma Makassar membongkar perkembangan ide HTI. Temuannya telah dipublikasi dalam rechtsvinding pada tahun 2024 ini.
Keduanya menjelaskan bahwa HTI merupakan bagian dari gerakan internasional Hizbut Tahrir (HT), yang dikenal memiliki cita-cita mendirikan kekhalifahan Islam global. Sejak berdiri di Indonesia sebelum era reformasi, HTI telah berusaha memperjuangkan pandangan politiknya yang menolak sistem demokrasi dan negara-bangsa modern.
HT memandang kedua sistem ini merupakan bentuk dari “kufur” yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Bagi mereka, pemerintahan yang sah hanya bisa diwujudkan melalui sistem kekhalifahan yang mengimplementasikan syariat Islam secara penuh.
Perkembangan politik di Indonesia setelah reformasi tahun 1998 membuka peluang baru bagi HTI untuk memperluas pengaruhnya. Era demokrasi memberikan ruang bagi berbagai organisasi politik dan keagamaan, termasuk HTI, untuk bergerak lebih bebas dan menyuarakan ideologi mereka.
Meski secara prinsip HTI menolak demokrasi, mereka justru memanfaatkan ruang demokratis untuk menyebarkan gagasan mereka dan membangun jaringan pengikut yang lebih luas.
Ambiguitas ini menjadi salah satu aspek menarik dari gerakan HTI. Di satu sisi, mereka menolak sistem demokrasi sebagai bagian dari sistem kufur yang harus dihancurkan, namun di sisi lain, mereka tetap menggunakan mekanisme demokrasi untuk melancarkan gerakan politiknya.
Paradoks inilah yang sering menimbulkan perdebatan di kalangan pengamat politik, terutama mengenai konsistensi ideologis HTI dalam menghadapi realitas politik modern.
HTI juga mempengaruhi pola pikir gerakan-gerakan politik Islam lainnya di Indonesia, terutama organisasi yang memiliki tujuan sejalan atau berafiliasi dengan mereka. Dalam konteks internasional, HT secara umum cenderung berkembang di negara-negara demokratis karena kebebasan yang diberikan oleh sistem demokrasi memungkinkan mereka untuk bergerak lebih leluasa.
Negara-negara demokratis menyediakan ruang bagi HT untuk menyebarkan propaganda mereka dan merekrut anggota baru, meskipun tujuan akhir mereka adalah menggantikan sistem ini dengan kekhalifahan.
Meskipun demikian, cita-cita HTI untuk mendirikan kekhalifahan global sering kali dianggap sebagai utopia. Mereka sendiri menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik baru ini sangat sulit, terutama di tengah sistem politik global yang didominasi oleh negara-bangsa dan demokrasi.
Pada tahun 2017, pemerintah Indonesia memutuskan untuk melarang HTI dengan alasan bahwa organisasi ini bertentangan dengan Pancasila, ideologi negara.
Namun, hasil survey keduanya melihat bahwa meskipun HTI telah dibubarkan secara resmi, gagasan-gagasan mereka masih tetap hidup dan terus mempengaruhi wacana politik Islam di Indonesia.
Hal demikian dilakukan dengan masif baik melalui individu maupun kelompok yang tetap setia pada visi kekhalifahan.