Frensia.id – Tak buta pada perkembangan teknologi, sejumlah mahasiswa yang bergabung dalam Sharia Economic Law Center (SELC) Univeritas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Shiddiq (UIN KHAS) Jember berencana mengkaji kripto (cryptocurrency).
Rencana ini diputuskan saat SELC menggelar Rapat Kerja (Raker) Pertamanya pada 5 Juli 2024. Acara tersebut ini digelar langsung di EJSC Bakorwil Jember, semua pengurus yang baru diresmikan pun hadir berdiskusi panjang.
Sebenarnya lembaga studi ini awalnya bernama Pusat Kajian Hukum Ekonomi Syariah (PUSKAHES). Kemudian mendapatkan penyegaran nama kembali dengan harapan semakin aktif bergulat dalam kajian Hukum Ekonomi Syariah. Terutama dalam perkembangan dan perkawinan sistem ekonomi-Teknologi yang semakin maju
Tidak hanya itu, SELC kali ini berkomitmen tidak hanya bergulat pada kajian persoalan hukum ekonomi konvensional yang klise secara epistemik. Namun juga memprioritaskan kajian Hukum Ekonomi Syariah pada aspek Decentralized Finance (DeFi) dan Smart Money.
“SELC kedepan akan berfokus pada perkembangan sistem ekonomi berbasis WEB 3, salah satunya kripto” ujar Ahmad Rofiki Ketua Devisi Kajian SELC.
DeFi sendiri adalah sistem keuangan yang beroperasi pada jaringan terdesentralisasi. Jaringan ini tidak dapat diakses atau dikendalikan oleh satu entitas (pihak ketiga), organisasi, bahkan pemerintah sekalipun.
Setiap platform dan protokol dalam DeFi menggunakan teknologi Blokchain dan Smart Contract untuk melakukan layanan keuangan dan transaksi lainnya, seperti apa yang telah diterapkan dalam salah satu instrumen investasi, yakni Kripto (cryptocurrency).
Sedangkan Smart Money sendiri adalah istilah yang melekat pada dunia investasi dan trading.
SELC memprioritaskan hal ini sebagai fokus kajian karena Smart Money inilah pergerakan pada pasar modal instrumen investasi tertentu bisa berubah drastis. Bahkan karenanya pula beberapa pendekatan Bandarmologi mulai muncul dalam dunia investasi dan trading.
Secara detail Smart Money dapat dipahami melalui dua prespektif mendasar, yakni dalam prrespektif investasi dan prespektif trading.
Dalam prespektif investasi, istilah Smart Money mengacu pada mereka yang mengelola dana masyaraakt dalam jumlah besar. Para pengelola reksadana, investor institusi, trader di wallstreet, dan pengelola dana besar lainnya yang seringkali membeli project undervalued untuk dijual saat harga/valuasi naik tinggi.
Sedangkan dalam prespektif trading, Smart Money dipahami sebagai sebuah gerakan yang dilakukan oleh entitas trader untuk mengumpulkan likuiditas dari para retail traders. Smart Money dalam hal ini melakukan “manipulasi harga” dengan likuiditas aset yang mereka miliki, dengan menggerakkan harga aset tertentu pada pasar modal sesuai keinginan mereka.
SELC hingga detik ini pun tetap menyorati perkembangan Decentralized Science (Desci), Decentralized Autonomus Organization (DAO), hingga pada persoalan teknis Decentralized Applications (DApss) seperti Binance, Bybit, Bitget, Metamask, Uniswap, dan aplikasi berbasis WEB 3 lainnya.
WEB 3 sendiri adalah wujud baru internet yang menggunakan teknologi Blockchain, sehingga dapat terdesentralisasi kepada setiap personal pengguna tanpa dikendalikan.
Berbeda dengan WEB 2 yang masih tersentralisasi layaknya sistem keuangan oleh Bank Central, media sosial (Instagram, Facebook, TikTok, dll), dan beberapa layanan keuangan bank digital laiinya.
Berdasarkan prinsip keterbukaan pada sistem yang terdesentralisasi inilah yang membuat para pengurus SELC semangat untuk memprioritaskannya sebagai objek kajian.
Selain itu, kajian sistem moneter berbasis teknologi WEB 3 ini juga akan berdampak bagus bagi kemajuan bangsa. Mata uang digital terbukti menjadi jawaban bagi besarnya inflasi pada sistem Keynesian Ekonomi, alias rezim mata uang fiat yang semakin dicetak oleh pemerintah (yang masih menganut sistem keuangan tersentralisasi). (*)