Frensia.id– Pepatah lama yang sering diucapkan petani pedesaan Indonesia, “tanpa bambu, tanah akan mati”, kini terbukti benar secara ilmiah. Penelitian kolaborasi antara ilmuwan Indonesia dan Universitas British Columbia, Kanada, menunjukkan bahwa bambu memiliki peran penting dalam menjaga kesuburan tanah dan keberlanjutan pertanian tradisional.
Kajian yang terbit pada volume 91 Maret 1997 ini fokus sistem talun-kebun yang sudah lama dipraktikkan masyarakat pedesaan di Jawa Barat. Sistem ini mengandalkan siklus pengelolaan lahan selama enam hingga tujuh tahun. Dalam praktiknya, rumpun bambu dibiarkan tumbuh selama empat hingga lima tahun, kemudian lahan tersebut digunakan untuk menanam tanaman pangan selama dua tahun.
Setelah itu, lahan kembali dibiarkan ditumbuhi bambu hingga siklus berulang. Tanaman pangan yang biasa ditanam di antaranya mentimun, pare, kacang-kacangan, hingga singkong. Praktik ini bukan sekadar tradisi turun-temurun, melainkan strategi ekologis yang terbukti ampuh menjaga kesehatan tanah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para peneliti menemukan bahwa bambu berperan sebagai “pemompa hara” alami. Akar bambu yang rapat dan menyebar luas mampu menyerap nutrisi yang terbawa air hujan ke lapisan tanah dalam. Unsur hara tersebut kemudian dikembalikan ke permukaan melalui guguran daun dan akar halus yang mati, membentuk cadangan nutrisi jangka panjang.
Serasah bambu yang kaya silika juga terurai perlahan sehingga tanah tetap mendapatkan pasokan nutrisi secara bertahap. Mekanisme ini membuat tanah tetap subur meskipun ditanami tanaman pangan yang cenderung menguras unsur hara.
Menariknya, ketika bambu ditebang, petani biasanya membakar sisa tebangan dan abu hasil pembakaran menjadi sumber mineral tambahan. Abu itu, ditambah pupuk dan kotoran ternak, membantu menyuburkan lahan pada masa awal penanaman.
Namun penelitian mencatat bahwa kesuburan tanah tetap menurun dalam dua tahun masa tanam, sehingga diperlukan fase pemulihan melalui tumbuhnya kembali bambu. Dengan cara ini, tanah mampu kembali pulih dan siap digunakan untuk siklus berikutnya tanpa kehilangan produktivitas.
Tim peneliti menekankan bahwa keberhasilan sistem talun-kebun sangat bergantung pada fase keberadaan bambu. Jika siklus ini diputuskan atau bambu dianggap tidak penting, tanah akan kehilangan kemampuannya untuk memulihkan diri. Katanya, Bambu bukan sekadar tanaman pinggir jalan, ia adalah pilar biogeokimia yang menjaga kehidupan tanah.
Temuan ini tidak hanya relevan bagi Indonesia, tetapi juga menjadi contoh berharga bagi dunia. Di tengah ancaman krisis iklim, degradasi tanah, dan kebutuhan pangan yang terus meningkat, bambu hadir sebagai solusi alami, murah, sekaligus berkelanjutan.
Penelitian ini menjadi pengingat bahwa menjaga bambu berarti menjaga keseimbangan bumi. Jika bambu hilang dari lanskap pertanian, dunia akan kehilangan sekutu penting dalam melawan kerusakan lingkungan.
Penulis : Mashur Imam