Transaksi Seksual Untuk Dapat Nilai Mata Kuliah Dari Dosennya, Sextortion Yang Merusak Integritas Kampus

Jumat, 22 November 2024 - 15:26 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Transaksi Seksual Untuk Dapat Nilai Mata Kuliah Dari Dosennya, Sextortion Yang Merusak Integritas Kampus (Sumber: Grafis/Frensia)

Gambar Transaksi Seksual Untuk Dapat Nilai Mata Kuliah Dari Dosennya, Sextortion Yang Merusak Integritas Kampus (Sumber: Grafis/Frensia)

Frensia.id- Fenomena sextortion, atau pemerasan seksual, telah menjadi momok serius di kampus-kampus Nigeria. Praktik ini melibatkan transaksi seksual antara mahasiswa dan dosen dengan imbalan nilai akademik yang lebih tinggi.

Sextortion tidak hanya melanggar etika profesional, tetapi juga mengancam integritas institusi pendidikan tinggi. Di tengah lingkungan yang seharusnya mendukung pengembangan intelektual dan karakter, fenomena ini merusak kepercayaan terhadap dunia akademik.

Odunayo Tunde Arogundade, seorang akademisi dari University of Lagos, telah menyoroti isu ini melalui penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Behavioural Studies pada tahun 2019. Penelitian tersebut mengungkap tingginya angka pelecehan seksual, terutama sextortion, di kampusnya.

Dengan melibatkan 654 mahasiswi sarjana, Arogundade menggunakan serangkaian tes psikologis untuk mengukur pengalaman pelecehan seksual, persepsi terhadap keselamatan kampus, dan respons manajemen terhadap kasus-kasus yang dilaporkan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sextortion sering kali menjadi praktik terselubung yang terjadi di berbagai fakultas. Bahkan, ditemukan bahwa mahasiswi yang lebih tua lebih rentan terhadap pelecehan ini dibandingkan mahasiswa yang lebih muda.

Dalam banyak kasus, korban enggan melaporkan kejadian tersebut karena rasa takut terhadap stigma sosial, intimidasi, atau ketidakpercayaan pada pihak manajemen kampus. Hal ini menciptakan lingkaran setan yang memperkuat dominasi pelaku sekaligus membungkam korban.

Baca Juga :  Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan, Ribuan Mahasiswa Baru UIN KHAS Jember Bagikan Bibit Pohon Buah Kepada Pengguna Jalan

Dampak dari sextortion tidak hanya terasa pada korban, tetapi juga pada iklim kampus secara keseluruhan. Mahasiswi yang menjadi korban cenderung merasa tidak aman dan kehilangan kepercayaan pada institusi pendidikan.

Akibatnya, mereka sering kali menarik diri dari kegiatan akademik, kehilangan motivasi belajar, dan menderita tekanan psikologis yang berkepanjangan. Trauma ini, jika dibiarkan, dapat merusak masa depan akademik mereka sekaligus memperburuk reputasi kampus.

Lebih jauh, penelitian ini menemukan bahwa respons manajemen kampus terhadap kasus pelecehan seksual sering kali tidak memadai. Korban merasa bahwa kasus mereka tidak diproses secara serius, sehingga hanya sedikit yang berani mengungkapkan pengalaman mereka. Kurangnya kejelasan dan transparansi dalam penanganan kasus juga memperkuat persepsi negatif terhadap institusi pendidikan.

Sextortion bukan hanya masalah individual antara pelaku dan korban; ini adalah isu sistemik yang mencerminkan kelemahan dalam budaya dan tata kelola kampus.

Oleh karena itu, langkah-langkah strategis diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Institusi pendidikan harus menerapkan kebijakan nol toleransi terhadap pelecehan seksual, dengan memperjelas sanksi bagi pelaku dan memberikan perlindungan penuh bagi korban. Edukasi tentang bahaya sextortion serta mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia juga harus menjadi prioritas.

Baca Juga :  Raih Penghargaan! KUA Kaliwates Terbaik Soal Engagement Media

Di samping itu, kampus perlu membangun sistem pendukung yang solid bagi korban. Layanan konseling psikologis dan bantuan hukum harus tersedia untuk memastikan bahwa mereka tidak merasa sendirian dalam menghadapi dampak pelecehan.

Langkah ini penting tidak hanya untuk pemulihan korban, tetapi juga untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Pelecehan seksual seperti sextortion adalah ancaman yang merusak fondasi pendidikan. Jika dibiarkan, praktik ini akan terus memperburuk ketimpangan gender, melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan, dan merusak kualitas pendidikan itu sendiri.

Dengan komitmen kuat dari semua pihak, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga manajemen kampus, fenomena ini bisa dihentikan. Hanya dengan menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari tekanan moral, kampus dapat kembali menjalankan perannya sebagai tempat pembentukan karakter dan intelektual yang bermartabat.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Digelar Kejari dan Dispendik, Siswa Jember Antusias Ikut Lomba Video Kreatif Restorative Justice
Bakal Calon Ketua DPD dan DPC Periode 2025-2030 Dijaring! PAC PDI Perjuangan Se-Banyuwangi Gelar Rapat Serentak
Hadiri Haul Ke-44 Kiai Hamid Pasuruan, Gus Firjaun Komentari Kenaikan Pajak
Gerakan PMII Cabang Jember Bukan Ruang Fomo
Membedah Fikih Lingkungan, UIN KHAS Jember Gelar Serial Kajian Ekoteologi
Dzikir, Fikir dan Amal Sholeh: Pesan Rektor UIN KHAS Jember Pada Closing PBAK 2025
Galakkan Gerakan “Wakaf Oksigen” Saat PBAK, UIN KHAS Jember Lawan Krisis Iklim
Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan, Ribuan Mahasiswa Baru UIN KHAS Jember Bagikan Bibit Pohon Buah Kepada Pengguna Jalan

Baca Lainnya

Selasa, 2 September 2025 - 18:27 WIB

Digelar Kejari dan Dispendik, Siswa Jember Antusias Ikut Lomba Video Kreatif Restorative Justice

Selasa, 2 September 2025 - 11:13 WIB

Bakal Calon Ketua DPD dan DPC Periode 2025-2030 Dijaring! PAC PDI Perjuangan Se-Banyuwangi Gelar Rapat Serentak

Selasa, 2 September 2025 - 10:58 WIB

Hadiri Haul Ke-44 Kiai Hamid Pasuruan, Gus Firjaun Komentari Kenaikan Pajak

Minggu, 31 Agustus 2025 - 16:41 WIB

Gerakan PMII Cabang Jember Bukan Ruang Fomo

Rabu, 27 Agustus 2025 - 19:40 WIB

Membedah Fikih Lingkungan, UIN KHAS Jember Gelar Serial Kajian Ekoteologi

TERBARU