Frensia.id- Haul Habib Sholeh Tanggul setiap tahunnya, selalu dikerumuni ribuan orang. Hal demikian membuktikan sosoknya benar-benar penting dalam kehidupan sosial masyarakat muslim Indonesia. Walaupun telah wafat, disebut-sebut masih bisa mendidik Ummat.
Habib yang memiliki nama lengkap Sholeh bin Muhsin al-Hamid ini ternyata bukan hanya sosok yang karismatik dan ahli zikir saja, namun juga masyhur sebagai pendidik. Salah satu faktanya secara lugas ditulis dalam buku yang berjudul, “Habib Sholeh Tanggul Pendidik Ummat”.
Buku ini merupakan karya salah satu akademisi, Abd Mu’is, yang saat tulisan ini ditulis menjabat sebagai Universitas Islam Negeri Kiai Haji Ahmad Shiddiq Jember. Karya tersebut telah diterbitkan pada tahun 2020 di LEPPAS (Lembaga Pengembangan Pendidikan, Agama dan Sosial).
Pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi 5 bab. Bab terakhir menegaskan bahwa walau wafat Habib Sholeh masih menjadi pendidik.
Bab pertama, menggambarkan tentang profil lengkap Sholeh bin Muhsin al-Hamid. Banyak informasi yang bisa oleh pada bab ini salah satunya disebutkan bahwa Habib Sholeh dilahirkan di Korbah, Ba Karman (Wadi Amd), Hadramaut pada tahun 1313 H. Ayahnya adalah Habib Muhsin bin Ahmad, yang terkenal dengan sebutan Albakry-AlHamid. Ayah dari Habib Sholeh Tanggul merupakan seorang yang saleh dan dihormati oleh masyarakat. Selain sebagai keturunan Rasulullah Saw, ayah Habib Sholeh juga merupakan seorang ulama yang selalu mengajak kepada kebaikan.
Hal uniknya, diungkap sebuah fakta bahwa sosok Habib Sholeh Juga serta dalam pembangunan Masjid Jami’ Baitul Amin. Diceritakan bahwa Letkol. Abd. Hadi (Bupati Jember) meminta pendapat dari Habib Sholeh dalam proses pembangunan Masjid Agung (Masjid Jami) yang baru bagi masyarakat Jember.
Bab kedua berbicara tentang nasehat pendidikannya. Pada bab ini diuraikan bahwa Habib Sholeh juga sering memberikan nasehat pada masyarakat. Salah satu sumber rujukan nasehat adalah kitab Nashoihud Diniyah yang ia ajarkan tiap sore hari.
Bab ketiga, tentang Jaringan ulama’ Sang Habib. Cukup sedikit yang diungkap dalam bab ini. Jaringan Habib Sholeh yang disebutkan hanya ada dua kalangan yakni pemerintahan yakni Letkol. Abd. Hadi sebagai Bupati Jember dan para Habaib terkenal lain seperti Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi, Kwitang Jakarta, Habib Ali di Bungur, Jakarta hingga Habib Lutfi Bin Yahya Pekalongan.
Pada bab keempat, menelisik tentang hubungan Habib Sholeh dengan pejabat Negara. Yang unik, sang penulis menjabarkan reformasi struktur kekuasaan tahun 1984 dan hubungan dengan Habib Sholeh. Entah dari mana datanya? Yang pasti penulis begitu rigit menjelaskan kisah-kisahnya.
Bab keempat ini memosikan Habib Sholeh sebagai orang yang memiliki keistimewaan menebak pergantian Menteri Luar Negeri (Menlu). Adam Malik hingga Alwi Shihab adalah dua tokoh yang diramal bergantian menjadi Menlu RI. Tidak heran, jika dikemudian hari dikatakan banyak tokoh yang berkunjung ke kediaman dan bahkan maqom Habib Sholeh di Tanggul.
Bab kelima menjelaskan sang Habib yang kini dianggap masih mendidik Ummat. Bab terakhir ini penulis berani menyimpulkan bahwa walaupun sudah wafat hingga saat ini Habib Sholeh tetap mendidik.
Pada mengisahkan upaya Habib Sholeh dalam memberikan pendidikan ajaran agama bagi masyarakat. Mulai dari membangun musholah hingga mendirikan masjid, dianggap oleh Abdu Mu’is sebagai jerih payah dan tauladan sang Habib sebagai pendidik.
Menurut penulis buku ini, beberapa Ummat Muslim yang datang untuk berziarah, bukan semata berdo’a, namun juga menimba ilmu dan berupaya mentauladani Sang Habib. Alasan ini yang tampak menjadi dasar penegasan Abd Muis dalam bukunya, bahwa walaupun telah Wafat Habis Sholeh tetap menjadi pendidik. (“)