Wisuda Sekolah Menengah: Antara Gengsi, Tradisi, dan Edukasi

Jumat, 16 Mei 2025 - 03:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Frensia. Id – Beberapa waktu terakhir, linimasa media sosial diramaikan oleh video prosesi wisuda siswa SMA dan SMK. Ada yang digelar semegah wisuda sarjana—dengan panggung megah, toga lengkap, kalung gordon, bahkan istilah “sidang senat terbuka”. Di sisi lain, ada pula yang memilih kesederhanaan: hanya seragam putih abu-abu dan medali sederhana dari sekolah.

Kedua potret ini memancing perdebatan publik: apakah wisuda di jenjang pendidikan menengah memang perlu? Atau justru telah berubah fungsi menjadi ajang simbolik belaka—jauh dari esensi pendidikan?

Wisuda sekolah kini telah menjelma sebagai simbol status sosial. Semakin megah acaranya, semakin tinggi pula gengsi yang diraih. Orang tua berlomba-lomba menyediakan anggaran khusus, bahkan kadang lebih besar dari biaya masuk sekolah. Fotografer profesional, gedung mewah, dekorasi layaknya acara kampus—semuanya hadir demi momen yang, katanya, tak terlupakan.

Fenomena ini tidak muncul dalam ruang hampa. Ia tumbuh di tengah budaya visual yang menomorsatukan tampilan dan persepsi publik. Media sosial mendorong ekspresi publik atas capaian pribadi. Akhirnya, prosesi kelulusan bukan lagi tentang refleksi perjalanan akademik, melainkan tentang “bagaimana terlihat sukses”.

Pengamat perkembangan anak, remaja, dan pendidikan dari UGM, T. Novi Poespita Candra,  M.Si., Ph.D., Psikolog, mengungkapkan bahwa dahulu kelulusan dari TK hingga SMA dikenal dengan istilah “pelepasan” atau “perpisahan” yang dilangsungkan sederhana. Kini, istilah “wisuda” digunakan secara merata di semua jenjang pendidikan, lengkap dengan toga, panggung megah, dan gaya seremoni khas perguruan tinggi.

Baca Juga :  Empat Guru Besar Baru Dikukuhkan, Rektor UIN KHAS Jember Tekankan Peran Qowiyyul Amin

Psikolog perkembangan dari Universitas Gadjah Mada ini mencatat bahwa perubahan istilah ini tak hanya soal bahasa, tetapi mencerminkan pergeseran nilai. Baginya, ketika wisuda di jenjang nonperguruan tinggi mulai digelar secara berlebihan—bahkan membebani aspek material—maka ada yang perlu dikritisi dari praktik ini. Di luar negeri, wisuda lazim dilakukan sederhana. Kita justru sibuk membungkus momen kelulusan dengan kemewahan simbolik.

Kekhawatiran ini juga diamini oleh Prof. Dr. Fauzi, Guru Besar UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Menurutnya, bukan berarti perayaan kelulusan itu buruk, tapi perlu dikaji ulang urgensinya. Bukankah lebih penting membekali siswa dengan kesiapan mental menghadapi fase berikutnya—kuliah, kerja, atau bahkan realitas hidup? Seremoni seharusnya tidak menutupi substansi.

Kedua pendapat ini menggarisbawahi bahwa substansi pendidikan sering kali terpinggirkan oleh kemasan simbolik. Ketika wisuda hanya menjadi perayaan eksistensi, bukan refleksi, maka pendidikan sedang bergerak menjauh dari tujuan hakikinya.

Namun demikian, tak bisa dimungkiri bahwa wisuda juga bisa menjadi ruang afirmasi, khususnya bagi keluarga dari kalangan menengah ke bawah. Toga dan panggung menjadi simbol keberhasilan menembus keterbatasan. Dalam konteks ini, wisuda bukan sekadar selebrasi, tetapi pengakuan sosial atas perjuangan.

Baca Juga :  Bupati Jember Muhammad Fawait Berikan Beasiswa Pendidikan ke Anak Guru Ngaji

Tetapi kita patut waspada. Ketika kemewahan menjadi standar, maka selebrasi pun menjelma beban. Tak sedikit orang tua yang terpaksa meminjam uang demi membiayai seremoni. Lebih memprihatinkan, jika sekolah justru mewajibkan atribut tertentu tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi siswa.

Sebaliknya, kita patut mengapresiasi sekolah-sekolah yang memilih jalur sederhana namun bermakna. Di tengah arus glamorisasi seremoni, ada institusi pendidikan yang justru tampil membumi—menggelar acara kelulusan dengan seragam sekolah, tanpa toga, tanpa jas formal. Yang viral dari mereka bukan panggung megah atau dekorasi mahal, melainkan ketulusan ekspresi dan semangat kebersamaan. Justru dari kesederhanaan itu, pendidikan tampil lebih jujur pada dirinya sendiri.

Perlukah wisuda di tingkat SMA/SMK dan jenjang dibawahnya? Jawabannya bukan ya atau tidak, melainkan untuk apa. Jika wisuda mampu membangun semangat pascastudi, mempererat hubungan emosional siswa-guru, dan dilakukan dengan sederhana serta inklusif, maka ia layak dipertahankan. Namun bila hanya menjadi ruang aktualisasi gengsi, ia perlu dikritisi.

Sudah saatnya negara, sekolah, dan orang tua bersama-sama merumuskan kembali makna kelulusan. Pendidikan bukan industri seremoni. Tugas utamanya adalah membekali siswa untuk hidup, bukan sekadar memoles kemasan akhir.

Kelulusan adalah sebuah transisi, bukan klimaks. Ia adalah perpisahan dari masa lalu dan penyambutan terhadap masa depan. Mari rayakan dengan makna, bukan sekadar megah. Semoga.*

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Rektor UIN KHAS Baca Trilogi Ikrar Moderasi Beragama, Begini Isinya!
Sukses! Duta Griya Moderasi Beragama KUA Kaliwates Terbentuk, Rektor UIN KHAS Pimpin Baca Ikrar Trilogi
Di GKI Jember, Kolaborasi UIN KHAS & KUA Kaliwates Gaungkan Moderasi Beragama
Jember Alami Kelangkaan BBM, Begini Tanggapan Akademisi UIN KHAS
Bupati Gus Fawait Keluarkan SE Anak Sekolah Belajar Secara WFH
Melestarikan Jaringan
Tingkatkan Kompetensi Dosen Muda, UIN KHAS Jember Gelar PKDP 2025
SPMB 2025 Selesai Digelar, Ini Masukan dari Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jember
Tag :

Baca Lainnya

Rabu, 6 Agustus 2025 - 16:51 WIB

Rektor UIN KHAS Baca Trilogi Ikrar Moderasi Beragama, Begini Isinya!

Rabu, 6 Agustus 2025 - 14:54 WIB

Sukses! Duta Griya Moderasi Beragama KUA Kaliwates Terbentuk, Rektor UIN KHAS Pimpin Baca Ikrar Trilogi

Kamis, 31 Juli 2025 - 19:57 WIB

Di GKI Jember, Kolaborasi UIN KHAS & KUA Kaliwates Gaungkan Moderasi Beragama

Rabu, 30 Juli 2025 - 14:27 WIB

Jember Alami Kelangkaan BBM, Begini Tanggapan Akademisi UIN KHAS

Selasa, 29 Juli 2025 - 08:00 WIB

Bupati Gus Fawait Keluarkan SE Anak Sekolah Belajar Secara WFH

TERBARU

Gambar Wamen Pariwisata Sebut JFC Merupakan Panggung Carnaval Dunia (Sumber: Gita Pamuji)

Destinia

Wamen Pariwisata Sebut JFC Merupakan Panggung Carnaval Dunia

Minggu, 10 Agu 2025 - 20:13 WIB

Gambar Bupati Fawait Janji Acara JFC Tahun Depan Lebih Meriah (Sumber: Gita Pamuji)

Regionalia

Bupati Fawait Janji Acara JFC Tahun Depan Lebih Meriah

Minggu, 10 Agu 2025 - 20:06 WIB