Frensia.id- Schopenhauer adalah salah seorang pemikir yang memberi warna tersendiri dalam khazanah intelektual Barat. Pasalnya, ia adalah orang pertama yang membawa gagasan dari tradisi Timur, seperti asketisisme, penyangkalan diri dan dunia dalam bayangan sebagai realitas.
Pemikir kelahiran Jerman (1788-1860) ini, bukan berarti orang pertama yang mempelajari pikiran-pikiran dari dunia belahan Timur, melainkan orang yang membenarkan prinsip-prinsipnya dan dimasukkan ke dalam gagasannya.
Sebagai seorang yang terpengaruh oleh Budhisme, Schopenhauer mempunyai karakter tersendiri yang dibentuk berdasarkan ide-ide yang ia pelajari.
Ia berbeda sekali dengan para pemikir Barat lainnya yang selalu mempunyai optimisme tinggi, justru sebaliknya, Schopenhauer adalah seorang pesimistis. Predikat tersebut ia sandang dan menjadi ciri khas bagi dirinya.
Selain seorang pesimistis, pengarang buku The World as Will and Representation ini disebut sebagai seorang misoginis, dikarenakan pandangan-pandangannya yang lebih cenderung mendiskreditkan perempuan sebagai makhluk sosial di tataran publik.
Menurutnya, dalam sebuah esai yang ditulis pada tahun 1851, “perempuan cocok untuk menjadi perawat dan guru masak kanak-kanak kita karena fakta bahwa mereka sendiri bersifat kekanak-kanakan, sembrono dan dangkal”.
Dilihat dari rekam jejak hidupnya, pemikir yang selalu kalah pamor di dunia akademik dengan Hegel ini, tidak mempunyai hubungan yang baik dengan beberapa perempuan yang dikenalnya.
Sekalipun ia pernah merayu seorang gadis berusia 17 yang terpaut usia dengan dirinya 22 tahun tetap tidak membuahkan hasil relasi yang baik hingga berpengaruh pada sudut pandangnya untuk menilai perempuan.
Lebih-lebih dari sisi kehidupan keluarga, ayahnya yang mati bunuh diri karena mengalami deprersi dan hubungannya dengan ibu dan saudara perempuannya semakin renggang.
Schopenhauer pernah mandapatkan surat berisi kritikan atas kepribadiannya dari ibunya, yang disinyalir merupakan indikasi bahwa hubungannya tidak baik.
“Amat berat dan sangat sulit untuk hidup bersama dengan kamu, semua kualitas baikmu dikaburkan dengan kesombonganmu dan menjadi tidak berguna bagi dunia hanya karena kamu tidak dapat menahan kecenderunganmu untuk mengkritik orang lain” papar ibunya, sekaligus menjadi ucapan perpisahannya.
Pengalamannya yang tidak baik dalam relasinya bersama perempuan ternyata memberikan pengaruh cukup serius terhadap pandangannya secara pribadi dalam menilai.
Perspektif Schopenhauer mengenai perempuan ternya memberikan pengaruh yang cukup hebat pada feminisme abad 19. Analisisnya mengenai perbedaan jenis kelamin dalam perjuangan untuk bertahan hidup dan bereproduksi mempunyai signifikansi tersendiri.
Pada masa tuanya, baru lah pandangan negatifnya mengenai perempuan mulai pudar, setelah ia bertemu dengan seorang perempuan Prussia, bernama Elisabet Ney.
Ia sangat terkesan dengan kecerdasan dan kemandirian perempuan asal Prussia tersebut yang bekerja sebagai pematung. Ungkapan terakhirnya mengenai perempuan ia nyatakan kepada Richard Wagner.
“Saya belum mengucapkan pendapat terakhir saya tentang wanita. Saya percaya bahwa jika seorang perempuan berhasil keluar dari pengaruh massa, atau lebih tepatnya berusaha untuk menjadi lebih baik dari siapa pun, maka ia akan tumbuh tanpa henti dan lebih baik dari laki-laki”, Ujarnya.
Tetapi bagaimanapun identitas dirinya sebagai seorang misoginis tetap lebih dikenal, hal tersebut dikarenakan pandangan-pandangannya mengenai perempuan lebih berpengaruh daripada pernyataannya sekilas di hari tuanya tersebut.
Penulis Nigel Rodgers dan Mel Thompson menyatakan bahwa Schopenhauer adalah seorang misoginis tanpa rival dalam sejarah filsafat Barat.