Frensia.id- Perayaan hari ayah yang diperingati setiap tanggal 12 November, merupakan bukti bahwa sosok laki-laki yang berperan sebagai pengayom dan pemberi nafkah dalam keluarga sama pentingnya dengan seorang Ibu.
Setiap anak mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap ayahnya, akan tetapi semuanya akan menjurus pada satu makna yang intinya sama, yaitu menempatkan sosok ayah sebagai seorang pahlawan.
Salah satu ekspresi dan ungkapan kepahlawanan dari seorang anak kepada ayahnya, dilakukan oleh Buya Hamka dengan menuliskan sebuah biografi tentang perjalanan hidup sang ayah, Haji Rasul atau Syekh Abdul Karim Amrullah.
Biografi yang diberi judul dengan ‘ayahku’ pertama kali terbit pada bulan April 1950. Dalam sebuah pengantar singkat dari penulis, Hamka menyatakan kesulitannya sekalipun ia sendiri merupakan anak tertua dan banyak mengetahui ihwal dari sang ayah.
“aku harus menjaga sebuah perkara yang sangat penting, yaitu kecintaan anak kepada sang Ayah hendaklah jangan sekali-kali sampai menyebabkanku lupa akan keadilan sehingga aku menulis tentang kebaikannya dengan berlebih-lebihan”, terangnya.
Seorang anak yang mempunyai kesan baik kepada ayahnya, seperti halnya Buya Hamka, akan cenderung memperlihatkan sisi baik dari sang ayah dan berpotensi disampaikan melampaui batas faktualnya.
Hal tersebut sepertinya sudah disadari oleh penulis novel Tenggelamnya Kapal Vanderwijck ini, oleh karenanya ia cukup berhati-hati.
Biografi Haji Rasul ini bukan sekedar cerita pribadi dari sang tokoh, melainkan juga mencakup sejarah Islam di Sumatra.
Hamka mendahului biografi yang ia karang dengan menjelaskan sejarah agama Islam di Minangkabau, sejak era Hindhu dan Budha, masuknya agama Islam, Ulama’ yang berperan penting dalam penyebaran Islam era awal hingga beranjak ke nenek moyang penulis sendiri.
Baru setelah itu, Hamka memaparkan kiprah dan perjuangan Haji Rasul dalam menyebarkan agama Islam dengan cara dan pemahamannya di tanah Minang.
Disamping juga terdapat bab-bab khusus yang menjelaskan perjuangan dan koneksi-koneksi yang dijadikan media berdakwah, tidak luput ada bab khusus yang dibuat kiranya sebagai pengamatan pribadi penulis dan testimoni orang dekat mengenai pribadi Haji Rasul yang paling privat.
Bab tersebut mencakup karakternya, pendidikan, relasi dengan sosok-sosok penting dan dekat termasuk ibadahnya. Yang mana ditulis dari sudut pandang seorang yang pro terhadap objek yang diceritakan.
Sebagai narasi penutup biografi ini, terdapat sebuah cerita menarik yang disampaikan oleh Buya Hamka terkait riwayat hidup yang ia susun ini dan ayahnya, Haji Rasul yang kala itu telah meninggal.
Tepatnya pada bulan Agustus 1945, tatkala itu bertepatan bula puasa, sebagaimana yang diceritakan sendiri oleh Hamka. Setelah Subuh ia tertidur dan bermimpi bertemu dengan ayahnya.
Dalam mimpinya tersebut Haji Rasul berkata dengan gembira,”betulkah engkau karangkan pula riwayat hidupku?”, “betul, Abuya,” Jawab Hamka. Menurutnya waktu itu sang ayah tampak girang dan gembira mengetahui riwayat hidupnya ditulis.