Frensia.id- Orang Miskin Tanpa Subsidi” adalah karya Eko Prasetyo, seorang aktivis sosial dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), yang terbit pada tahun 2005.
Buku ini melanjutkan konsistensi penulis dalam membahas ketimpangan sosial dengan tetap menjadikan “orang miskin” sebagai subjek utama.
Melalui narasi tajam, Eko mengupas ketidakadilan struktural yang dialami rakyat miskin di Indonesia akibat kebijakan pemerintah, dominasi elit, dan ketimpangan sosial-ekonomi yang semakin menganga.
Buku ini menyoroti kebijakan pemerintah yang sering tidak berpihak pada rakyat kecil. Salah satu contoh nyata adalah penggusuran paksa tanah rakyat demi pembangunan pusat perbelanjaan dan infrastruktur mewah, yang ironisnya justru menguntungkan kalangan pengusaha.
Penulis mengkritik cara pemerintah daerah merancang tata kota yang mengabaikan kebutuhan rakyat kecil, sementara izin untuk kapital besar diberikan dengan mudah. Kritik tajam juga diarahkan kepada birokrasi yang memperlakukan masyarakat miskin secara diskriminatif, menjadikan pelayanan publik sebagai arena ketidaksetaraan.
Selain menyerang penguasa dan pengusaha, Eko memperluas kritiknya ke kaum rohaniwan yang menurutnya turut berkontribusi pada eksploitasi masyarakat.
Para rohaniwan dituding menjalankan bisnis dengan “menjual” firman Tuhan dan bahkan terjun ke dunia politik demi kepentingan pribadi.
Penulis menyebut fenomena ini sebagai “orang kaya dilarang bekerja,” menyindir keterlibatan mereka dalam praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai spiritualitas yang mereka ajarkan.
Eko juga menyajikan refleksi historis, mengaitkan ketimpangan sosial masa kini dengan warisan kolonial dan feodalisme. Ia mengutip karya H.J. de Graaf tentang upacara penobatan raja di Kediri yang meniru gaya hidup Eropa sebagai simbol kemewahan penguasa.
Analisis ini memperlihatkan bagaimana budaya hidup mewah telah mengakar sejak zaman kerajaan hingga kini, mewarnai perilaku pejabat dan elit nasional.
Kekayaan politisi juga menjadi fokus kritikan Eko, menyebut nama-nama besar seperti Aburizal Bakrie, Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia mempertanyakan sumber kekayaan mereka, meski tidak merinci secara mendalam.
Namun, kritiknya dianggap kurang adil karena ia tidak menyentuh sisi lain dari dunia penulisan, seperti kekayaan yang didapat dari menulis buku, termasuk profesi yang ia geluti.
Buku ini bukan sekadar kritik sosial, tetapi juga perlawanan simbolis atas gaya hidup hedonistik kalangan elit.
Eko menyuarakan keberpihakan pada rakyat miskin, menunjukkan ketimpangan yang memiskinkan mereka, dan menantang berbagai pihak untuk merefleksikan tanggung jawab sosial mereka.
Dalam “Orang Miskin Tanpa Subsidi,” Eko Prasetyo menghadirkan cermin yang memperlihatkan wajah ketimpangan bangsa ini, dengan harapan memantik diskusi dan perubahan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil.