Bobby Kertanegara, JPK dan Hukum Kausalitas

Kamis, 2 Januari 2025 - 13:12 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Prabowo menggendong kucing kesayangannya, Bobby Kertanegara bersama duta besar RRT di kediaman (Sumber: Instagram Prabowo Subianto)

Prabowo menggendong kucing kesayangannya, Bobby Kertanegara bersama duta besar RRT di kediaman (Sumber: Instagram Prabowo Subianto)

Frensia.id- Pada momen pelantikan presiden tanggal 20 Oktober 2024, tampak menjadi perhatian media, tidak sekedar sambutan yang disampaikan H.Prabowo Subianto, melainkan juga hewan kesayangannya, yakni seekor kucing bernama Bobby Kertanegara.

Beberapa kamera wartawan berhasil menangkap kucing domestik tersebut tampak bersantai diatas stoller dari merek Uppapets tipe X-Go Large, yang dilengkapai dengan fasilitas kain tahan air dan roda depan yang ergonomis.

Sudah dapat diketahui, bahwa Bobby merupakan satu-satunya kucing paling istimewa di Indonesia, sekalipun tanpa ia sadari dan pedulikan bahwa stoller yang ia gunakan untuk rebahan mempunyai harga yang sangat fantastis, sebagaimana hasil penelusuran di web yakni 6,2 juta.

Bobby juga tidak akan pernah mengerti bahwa dirinya begitu istimewa tanpa ada sedikit kecemasan yang akan melingkupi hari-hari dalam kehidupannya mendatang, sebab segala yang ia butuhkan sudah diamankan dan disediakan oleh orang pertama Indonesia tersebut.

Karena Bobby adalah seekor kucing, entah ia dalam perawatan dan kasih sayang Presiden, harga Stoller yang mahal, maka ia tidak akan merasa bangga dan ambil pusing atas apapun yang terjadi. Perasaannya sama saja dengan kucing yang lain di Indonesia, tanpa ada rasa kecemasan terhadap kebutuhan diri, makanan dan kesehatan. Waktu makan tinggal makan, ingin teriak tinggal teriak, sekalipun di dalam istana.

Begitulah hewan, apa yang ia makan tidak pernah dicari asal muasalnya dari mana konsekuensinya bagaimana dan sebagainya. Yang penting selera dan bisa dikonsumsi, tinggal santap saja.

Inilah yang membedakan antara hewan dan manusia, menurut Immanuel Kant, fitur sebab-akibat tidak pernah ada dalam otak hewan. Jostein Gaarder, penulis novel filsafat dunia Shophie, memberikan ilustrasi yang sangat menarik saat memasuki bab Kant.

Baca Juga :  Ketika Orang Kaya Mengambil Hak Orang Miskin: Fatwa MUI tentang Elpiji dan Pertalite Subsidi

Karakter otak hewan berbeda dengan manusia, salah satunya yakni dengan tidak adanya fitur kausalitas. Jadi apabila seseorang melempar bola, lantas secara spontanitas seekor kucing mengejarnya, maka si kucing tidak akan pernah meninjau atau menoleh dari mana bola tersebut. Jadi ketika kejar tinggal kejar saja.

Sama halnya dengan Bobby, ia tidak pernah merasakan keistimewaan karena makanan dan jaminan kesehatan berasal dari perhatian dan manifestasi kasih sayang seorang presiden. Sebagai jatidiri seorang kucing ia tidak pernah merasa istimewa, yang menyebabkan dirinya tampak istimewa adalah kamera para wartawan yang meliput. Bahkan Bobby sendiri tidak sadar bahwa dirinya bernama Bobby Kertanegara dan dikenal hampir oleh seluruh penduduk Indonesia.

Fitur kausalitas yang ada pada manusia menyebabkan dirinya mampu memperhitungkan dan mempertimbangkan segala kemungkinan, sehingga apapun yang menjadi kebutuhan dan ancaman sejak awal bisa diprediksi.

Disisi yang lain, karena adanya fitur ini, juga menyebabkan seorang manusia mempunyai keresahan dan kecemasan apabila kemampuannya diperhitungkan tidak bisa mengatasi kemungkinan ancaman atau mengakomodasi kebutuhannya.

Seperti halnya, ketika per-tanggal 1 Januari, layanan kesehatan berupa biaya keringanan berobat di kabupaten Jember yang dikenal dengan Jember pasti Keren (JPK) ditiadakan, diganti hanya dengan layanan Umum, yang harus bayar sendiri dan BPJS, yang mana tidak semua orang punya.

Orang-orang yang tidak punya BPJS, jelas mempunyai keresahan yang hebat, inilah yang mendorong mereka untuk datang ke kantor desa untuk membuat surat keterangan yang akan dibawa ke Dinas Sosial dengan melampirkan penampakan foto rumah tampak depan, samping dan belakang.

Baca Juga :  The Rising Star Kita

Hal tersebut berdasarkan kebijakan alternatif pemerintah sesaat setelah JPK yang merupakan produk kebijakan H. Hendy Siswanto sudah menanggung hutang sebesar 160 M, sehingga tiga rumah sakit yang menampung kebijakan ini menolak.

Sedikit mau spekulasi, seumpama pada momen kontestasi Pilkada 2024 kemarin, petahana mampu mengamankan suara dengan mengungguli lawan politiknya apakah kemudian suasana politik tidak seperti ini, dalam arti tiga rumah sakit tersebut tidak menolak. Entahlah, bisa saja dijawab ‘iya’ lalu dicari argementasi pembenarannya atau dijawab ‘tidak’ lalu dicari pula argumentasi pembenaran yang lain. Beginilah dunia persilatan.

Lepas dari itu semua, fitur kausalitas dalam pikiran manusia, terkhusus penduduk Jember mendorong mereka untuk mengamankan kemungkinan dirinya yang berkaitan dengan layanan kesehatan, untuk mendaftarkan diri sebagai pengguna jaminan kesehatan, dimana bisa-bisa esok hari dibutuhkan.

Sebagaimana JPK yang telah over dengan angka yang menyebabkan bertanya-tanya, sekalipun besok-besok juga akan ditanyakan jawabannya. Pelayanan pendaftaran BPJS sebagai langkah sigap dan alternatif atas kondisi itu semua juga bukannnya akan mendapati titik maksimal yang tidak memungkinkan lagi ditanggung, sebagaimana JPK, lantas berapa kuota dan samapai kapan pendaftaran akan berlangsung? Bukannya kemarin pengguna jaminan kesehatan dari pemerintah beberapa diantaranya sudah dihapus karena APBD tidak cukup, lah ini mau buka lagi tanpa ada kejelasan batas. Entahlah.

Sampai detik ini kita sama kapasitasnya dengan Bobby Kertanegara dan kucing-kucing se kabupaten Jember, sama-sama tidak tahu rasionalitas dari paradok-paradok yang melingkupi awal tahun ini.  

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?
Ramadhan dan Negeri yang Gemar Menunda
BBM Dikadali, Negara ke Mana?
Retret, Loyalitas, dan Ironi Omon-omon Efisiensi
Sebiji Beras, Sebait Shalawat
Cak Imin dan Revolusinya
Ekoliterasi dan Tafsir Hijau Quraish Shihab
Jatuhnya Nicolae Ceausescu, Pelajaran bagi Pemimpin Masa Kini

Baca Lainnya

Rabu, 12 Maret 2025 - 08:30 WIB

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Kamis, 27 Februari 2025 - 10:00 WIB

BBM Dikadali, Negara ke Mana?

Selasa, 25 Februari 2025 - 12:10 WIB

Retret, Loyalitas, dan Ironi Omon-omon Efisiensi

Selasa, 25 Februari 2025 - 06:01 WIB

Sebiji Beras, Sebait Shalawat

Sabtu, 22 Februari 2025 - 16:31 WIB

Cak Imin dan Revolusinya

TERBARU

Kolomiah

Ramadhan, Setan Dipasung, Kenapa Maksiat Masih Subur?

Rabu, 12 Mar 2025 - 08:30 WIB