Frensia.id– Pilu! Harapan Muhammad Hadi Nasrullah, seorang guru honorer dari Kecamatan Wuluhan, Jember, untuk mengakhiri perjalanan panjangnya sebagai tenaga pendidik honorer pupus dalam hitungan hari.
Hadi telah mengabdi selama 14 tahun sebagai guru honorer. Ia dinyatakan lulus pada 07 Januari 2025 dan statusnya beralih menjadi tidak lulus 17 Januari 2025.
“Saya sudah mengabdi selama 14 tahun, harapannya kami bisa mendapatkan hasil yang dinginkan. Kami sudah melakukan penyiapan berkas, baik dari Rumah Sakit dan Kepolisian,” katanya, Rabu (22/01/2025).
Orang tua dan para kerabat Hadi sangat bangga ketika mengetahui kabar kelulusannya.
Mereka sangat bangga dan menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Hadi yang telah mengabdikan diri sebagai guru honorer selama bertahun-tahun.
“Orang tua, kerabat, saudara dan teman saya sudah tahu semua kalau saya lulus, mereka sangat bangga,” ucapnya.
Lebih lanjut kata Hadi, dirinya merasa sangat syok ketika tidak bisa mengakses akun SSCASN-nya dan mendapati pengumuman tidak jadi lulus seleksi PPPK.
“Betapa syok nya saya ketika tahu pengumuman tidak jadi diloloskan PPPK. Mental kami ga karuan,” ujarnya.
Menurut Hadi, seharusnya jika sudah dinyatakan lulus tidak ada pembatalan. Jika pada akhirnya begini, sebaiknya dilakukan pengecekan terlebih dahulu agar tidak membuat kekecewaan yang mendalam.
“Seharusnya pemerintah mengecek terlebih dahulu agar tidak membuat para guru kecewa,” terangnya.
Akhirnya, dia bersama para guru yang lain dia bersama para guru honorer lain datang ke DPRD Jember untuk meminta keadilan.
Apalagi, semua berkas sudah diurus. Bukan hanya rugi materi, tapi juga mengalami kerugian secara psikis.
“Kami minta keadilan, gimana nasib kami ke depan. Semua berkas sudah diurus. Kami bukan hanya rugi secara materi, tapi juga secara psikis,” tandasnya.
Sebelumnya telah diberitakan, sebanyak 22 guru honorer yang status kelulusannya dibatalkan secara sepihak itu mendatangi kantor DPRD Jember pada Rabu (22/01) untuk mempertanyakan statusnya yang telah dinyatakan lulus PPPK tapi dibatalkan secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan.
Mereka didampingi oleh Supriyono yang merupakan ketua pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember.
Supriyono menyebut, 22 guru honorer itu diduga menjadi korban kebijakan. “22 guru honorer yang tidak jadi lolos PPPK ini kami duga korban kebijakan,” katanya.
Kasus ini memantik perhatian luas, mengingat para guru honorer telah lama berjuang mendapatkan pengakuan atas pengabdian mereka.
Dengan perasaan yang terpuruk, Hadi dan rekan-rekannya kini menanti jawaban dari pemerintah terkait langkah apa yang akan diambil untuk memperbaiki ketidakadilan ini.