Frensia.id – Ferry Irwandi, Founder Malaka Project, menyampaikan kritik tajam namun konstruktif terhadap kebijakan pemerintah dalam sebuah diskusi di acara Rosi di Kompas TV, 21/02/2025.
Dalam diskusi yang mengangkat isu “Indonesia Gelap,” Ferry menyoroti kurang efektifnya komunikasi publik pemerintah, kebijakan efisiensi anggaran, dan kesenjangan fasilitas pejabat dengan aparatur sipil negara (ASN) tingkat bawah.
Ferry memulai kritiknya dengan menyoroti komunikasi publik pemerintah yang dianggapnya kurang tepat dan tidak efektif dalam meredam gejolak di masyarakat.
Ia menyayangkan cara pemerintah merespons isu “Indonesia Gelap” dengan kontra-narasi “Indonesia Terang” atau “Indonesia Cerah.” Menurutnya, pendekatan seperti ini justru tidak menyelesaikan masalah dan menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap aspirasi publik.
“Komunikasi-komunikasi publik yang dilakukan government kita kepada masyarakat, saya tidak melihat ini adalah sesuatu yang harus dipertahankan. Justru harus dievaluasi secara baik,” tegas Ferry.
Ia menekankan bahwa pendekatan komunikatif yang defensif cenderung kontraproduktif dan menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, Ferry mengkritik kecenderungan pemerintah untuk melabeli setiap kritik atau sentimen negatif sebagai upaya menggoyang kekuasaan.
“Yang salah dalam PR kita dalam cara pemerintah menyampaikan atau substansinya… Bukan soal setiap kali ada kritik, setiap kali ada sentimen negatif selalu dilihat, ‘Oh ini pasti ada kepentingan tertentu.’ Maka enggak akan pernah beres,” ujarnya.
Ferry juga mengkritisi kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai tidak tepat sasaran.
Ia mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran lebih banyak berdampak pada ASN tingkat bawah yang disebutnya sebagai “umbi-umbian.”
Sementara itu, fasilitas mewah untuk pejabat tinggi seperti mobil Lexus dan pengawalan Patwal tetap dipertahankan.
“Sekarang banyak hal-hal yang dipotong dari mereka (ASN tingkat bawah) dan kita harus ngelihat mereka, sementara di sisi yang lain kita ngelihat mobil Patwal ngawal mobil pejabat Lexus Lexus yang harganya 3,8 M kalau versi versi vip-nya bisa sampai 4,2 M Patwal 2 ngawal Transkrip mobil pejabat di tengah kemacetan dan tidak ada pejabatnya tidak ada pejabatnya”, ungkapnya.
Masyarakat melihat tidak asa ptongan pada fasilitas tukang kebun istina, seuritynya kemewahan hotelnya. Sangat berbeda dengan PNS yang rendahan.
“Yang diganggu gugat, yang selalu dibilang efisiensi, adalah apa yang para PNS. Para PNS-PNS kecil ini yang duit gajinya cuma tutup lubang gali lubang tutup lubang gali lubang mereka yang ngerasain dampaknya. Bukan bukan anggota legislatifnya bukan menteri, Wamen, stafsusnya,” jelasnya.
Ferry mengajak pemerintah untuk lebih berani melakukan efisiensi anggaran pada fasilitas-fasilitas mewah pejabat tinggi yang sebenarnya tidak berdampak signifikan pada kesejahteraan mereka.
“Kita akan melakukan efisiensi anggaran dengan mengurangi fasilitas pejabat-pejabat mewah yang mana tanpa fasilitas itu kehidupan mereka sudah enak,” tegasnya.
Menurut Ferry, langkah efisiensi anggaran yang lebih adil dan transparan akan menumbuhkan solidaritas masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, sekaligus mengurangi sentimen negatif seperti isu “Indonesia Gelap.”
Ia menekankan pentingnya political will yang kuat dari pemerintah untuk melakukan perubahan tersebut.
“Bayangkan kalau ini kita shifting aja… pemerintah berhasil nunjukin political will yang bagus… Maka solidaritas untuk bersama-sama dengan gerakan pemerintah itu akan ada,” katanya penuh optimisme.
Ferry juga menggarisbawahi pentingnya keterbukaan informasi dalam pengelolaan anggaran publik agar masyarakat merasa uang pajak mereka digunakan dengan benar.
“Selama itu diberitakan, diinformasikan dengan benar, masyarakat tahu ‘Oh duit gua dipakai dengan benar,” ujarnya.
Dalam menyampaikan pandangannya, Ferry menegaskan bahwa kritik yang ia sampaikan bukanlah bentuk perlawanan terhadap pemerintah, melainkan wujud dukungan agar Indonesia menjadi lebih baik.
Ia menyayangkan kecenderungan sebagian pihak yang menganggap kritik sebagai bentuk penolakan atau permusuhan.
“Saya menyuarakan hal seperti ini dengan semua risiko yang nantinya muncul adalah bentuk saya betapa saya sangat-sangat mendukung Indonesia ini menjadi negara yang baik… Dukungan itu bukan pujian doang. Sesuatu tidak akan menjadi besar tanpa dia mendapatkan kritik,” tandas Ferry.