Program Makan Bergizi, Telah Lama Digagas di Jepang

Senin, 7 April 2025 - 06:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Program Makan Bergizi, Telah Lama Digagas di Jepang (Sumber: nippon.com)

Gambar Program Makan Bergizi, Telah Lama Digagas di Jepang (Sumber: nippon.com)

Frensia.id- Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan yang tertata baik, termasuk dalam hal perhatian terhadap kesejahteraan dan gizi anak-anak sekolah. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa program makan siang bergizi di sekolah-sekolah Jepang sejatinya telah digagas sejak lama dan melewati berbagai fase sejarah yang sarat tantangan.

Dari akar tradisi solidaritas lokal hingga peran pendudukan Amerika Serikat pasca-Perang Dunia II, program ini tumbuh menjadi bagian penting dari pendidikan di Negeri Sakura.

Sejak awal abad ke-20, beberapa wilayah di Jepang telah menginisiasi program makan siang sekolah. Pendanaannya pun beragam: ada yang berasal dari pemerintah daerah, ada pula yang bersumber dari para dermawan lokal. Namun, program ini mendapatkan dorongan besar setelah terjadinya dua peristiwa besar: Gempa Besar Kantō tahun 1923 dan bencana kelaparan hebat di wilayah Tōhoku pada tahun 1930-an.

Kedua tragedi ini memperlihatkan betapa rentannya kondisi anak-anak dari keluarga kurang mampu, dan karenanya mendorong perluasan distribusi makanan di sekolah-sekolah sebagai bentuk kepedulian sosial.

Pada dekade 1930-an, pemerintah nasional Jepang secara resmi menetapkan kebijakan penyediaan makan siang di sekolah, dengan tujuan utama mengatasi masalah gizi buruk yang mengintai anak-anak dari golongan ekonomi lemah.

Salah satu wilayah pelopor dalam implementasi kebijakan ini adalah Tsuruoka, bekas wilayah kekuasaan Shōnai. Kota ini memiliki semangat gotong royong yang kuat dan budaya kuliner yang kaya, seperti nasi dan ikan salmon, yang menjadikan program makan siang tidak hanya bergizi tetapi juga mencerminkan identitas lokal.

Sejak mula, prinsip dasarnya adalah memberikan bantuan tanpa membuat anak-anak merasa dikasihani atau direndahkan.

Baca Juga :  Cerita Alexander The Great kepada Aristoteles tentang Penjelajahannya di India

Namun, arah kebijakan makan siang mulai berubah ketika Jepang memasuki era militeristik dengan invasi ke Tiongkok. Program makan siang mulai dipandang sebagai alat untuk memperkuat fisik anak-anak demi kesiapan dalam masa perang.

Tapi ketika Perang Dunia II mencapai puncaknya dan Jepang mengalami kekalahan telak, krisis pangan melanda, dan sebagian besar program makan siang sekolah pun terhenti.

Kondisi anak-anak Jepang pascaperang sangat memprihatinkan. Sebuah survei pemerintah Tokyo mencatat bahwa 40% anak-anak hanya makan satu kali dalam sehari, bahkan sebagian lainnya nyaris tidak makan sama sekali. Tubuh mereka lemah dan kekurangan gizi, jauh dibandingkan generasi sebelumnya.

Kondisi ini mengkhawatirkan otoritas pendudukan Amerika Serikat, terutama karena kekhawatiran akan munculnya keresahan sosial akibat kelaparan massal. Presiden Harry Truman kemudian mengutus mantan Presiden Herbert Hoover untuk meninjau langsung keadaan Jepang. Dari situ muncul rekomendasi kepada Jenderal Douglas MacArthur agar makan siang sekolah segera diaktifkan kembali, disertai impor bahan makanan dari luar negeri.

Berbekal bantuan dari organisasi amal Amerika bernama Licensed Agencies for Relief in Asia, program makan siang kembali dijalankan pada malam Natal tahun 1946, dimulai di wilayah Tokyo, Kanagawa, dan Chiba, mencakup sekitar 250.000 anak.

Menu awalnya sederhana: semur tomat dan susu bubuk skim. Meski sederhana, makanan ini menyelamatkan ribuan anak dari kelaparan dan kekurangan gizi akut. Pemerintah pendudukan AS bahkan menambahkan label “licensed” sebagai tanda persetujuan dan dukungan resmi Presiden Truman atas program ini.

Program makan siang terus diperluas. Pada tahun 1950, makanan yang lebih lengkap mulai disediakan dua kali seminggu untuk lebih dari 1,3 juta anak di kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, dan Hiroshima. Menu makan siang biasanya terdiri dari roti, susu, dan lauk pendamping. Namun, ketika Jepang kembali menjadi negara berdaulat pada 1951 setelah Perjanjian Perdamaian San Francisco, dana bantuan asing dari GARIOA pun dihentikan.

Baca Juga :  Diteliti, Waly Al-Khalidy Berperan Besar dalam Desain Otoritas Agama di Aceh

Beban biaya makan siang dialihkan kepada keluarga murid, yang menimbulkan keberatan luas dan memicu kampanye agar negara kembali mengambil peran.

Sebagai respons, pada tahun 1952, pemerintah Jepang mulai memberikan subsidi setengah harga tepung terigu sebagai langkah awal mendukung keberlanjutan program. Pada tahun yang sama, tiga wakil menteri dari sektor pendidikan, kesehatan, dan pertanian mengeluarkan kebijakan bersama yang memperkuat pentingnya makan siang sekolah, tidak hanya dari sisi gizi, tetapi juga sebagai media pendidikan karakter dan kebiasaan hidup sehat.

Tonggak penting lainnya terjadi pada tahun 1954 ketika pemerintah mengesahkan Undang-Undang Program Makan Siang Sekolah. Undang-undang ini mengubah cara pandang terhadap makan siang sekolah: dari sekadar upaya penyelamatan gizi menjadi bagian integral dari pendidikan nasional. Empat tujuan pokok ditetapkan: meningkatkan pemahaman akan pentingnya makanan, memperkuat kehidupan sosial di sekolah, membentuk kebiasaan makan sehat, serta menanamkan kesadaran tentang proses produksi dan distribusi pangan.

Kini, program makan siang di Jepang tidak hanya menjadi simbol kemajuan sosial, tetapi juga cerminan dari konsistensi kebijakan berbasis nilai solidaritas, kesehatan, dan pendidikan yang telah ditanam sejak puluhan tahun silam. Model ini bisa menjadi inspirasi penting bagi negara-negara lain yang ingin membangun sistem makan bergizi di sekolah secara berkelanjutan.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Percaya? Wong Jowo Terlibat Sejak Era Kolonial Dalam Bisnis Narkoba
Geliat Kerajinan Sangkar Burung di Desa Dawuhan Mangli Jember, Mampu Bertahan Sejak Tahun 1955
Dua Periset UNIB Teliti K.H.R. Ach. Fawaid As’ad Situbondo, Ulama’ Politik Yang Menata Bangsa Dari Kehidupan Nyata
Akademisi UNESA Teliti Kasus Nenek Asyani, Dorong Perbaikan Hukum di Indonesia
Diteliti, Waly Al-Khalidy Berperan Besar dalam Desain Otoritas Agama di Aceh
Cerita Alexander The Great kepada Aristoteles tentang Penjelajahannya di India
Penelitian Unik, Temukan Jenis Kentut yang Dapat Hangatkan Bumi
Kakek Prabowo Disebut Akan Diajukan Sebagai Pahlawan Nasional, Berikut Rekam Sejarah Perannya

Baca Lainnya

Senin, 7 April 2025 - 06:56 WIB

Program Makan Bergizi, Telah Lama Digagas di Jepang

Sabtu, 29 Maret 2025 - 04:57 WIB

Percaya? Wong Jowo Terlibat Sejak Era Kolonial Dalam Bisnis Narkoba

Jumat, 28 Februari 2025 - 17:02 WIB

Geliat Kerajinan Sangkar Burung di Desa Dawuhan Mangli Jember, Mampu Bertahan Sejak Tahun 1955

Minggu, 16 Februari 2025 - 11:31 WIB

Dua Periset UNIB Teliti K.H.R. Ach. Fawaid As’ad Situbondo, Ulama’ Politik Yang Menata Bangsa Dari Kehidupan Nyata

Minggu, 16 Februari 2025 - 05:07 WIB

Akademisi UNESA Teliti Kasus Nenek Asyani, Dorong Perbaikan Hukum di Indonesia

TERBARU

Gambar Program Makan Bergizi, Telah Lama Digagas di Jepang (Sumber: nippon.com)

Historia

Program Makan Bergizi, Telah Lama Digagas di Jepang

Senin, 7 Apr 2025 - 06:56 WIB

Don Quixote, Tokoh fiksi karangan Miguel De Cervantes

Kolomiah

Kita Adalah Don Quixote yang Terhijab

Jumat, 4 Apr 2025 - 13:02 WIB