Frensia.id – Setiap buruh harus mendapatkan hak-haknya. Tidak ada yang boleh merampas dan menindas mereka. Setiap tindakan diskriminasi dan merampas hak kaum buruh adalah perilaku yang tidak berprikemanusiaan.
Hari ini ribuan buruh menggelar aksi damai memperingati May Day. Aksi damai semacam ini dari tahun ke tahun terus ada, itu menunjukan bawah buruh belum seutuhnya merasa terlindungi.
Ekosistem aturan yang ada dinilai belum mempu mengakomodir hak-hak kaum buruh. Sebagimana diberitakan diberbagai media konsen utama tuntun ribuan buruh adalah omnibus law dan ini yang setiap tahun selalu disuarakan.
Buruh menginginkan UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja di cabut, adanya UU Cipta Kerja ini justru meresahkan bagi kaum buruh. Alasan buruh menolak UU tersebut karena terdapat beberapa pasal yang menjadi ganjalan bagi pekerja buruh.
Pertama, Upah yang Murah dan ditetapkan karena sepihak tanpa melalui mekanisme perundingan baik itu di kota, provinsi dan level nasional.
Kedua, Sistem kerja kontrak tidak pasti. Sebagaiman UU Cipta Kerja, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak ada batasan batas waktu kontrak, yang awalnya ada batasan selama 3 tahun harus ditetapkan sebagai pekerja tetap atau di PHK. Namun UU Cipta Kerja malah semakin tidak pasti dengan adanya frase “tidak terlalu lama”. Frase ini diduga akan berpotensi membuat pengusaha lebih leluasa menafsirkan dan semakin kecilnya kepastian kerja bagi buruh.
Ketiga, Meluasnya outsourcing. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, outsourcing hanya dapat dilakukan jika suatu pekerjaan terlepas dari kegiatan utama atau terlepas dari kegiatan produksi. Sementara itu, UU Cipta Kerja tidak memberikan batasan demikian.
Keempat, pengurangan uang pesangon yang didapatkan pekerja buruh. Dalam aturan sebelumnya seorang buruh yang di PHK akan memperoleh 2 kali pesangon. Namun dengan adanya aturan tersebut hanya mendapat 0,5 kali dan jauh dari ekspektasi para buruh.
Sekanjutnya adalah PHK dipermudah. Buruh rentan mengalami PHK, mudah dipecat mudah merekrut. Buruh tidak memiliki kepastian kerja dan tentu ini membuat buruh akan ketar ketir terkait ekonomi kedepan jika sewaktu-waktu di PHK.
Itulah beberapa tuntutan para buruh dan masih banyak lagi tuntutan yang dianggapnya aturan tidak memberikan kesejahteraan kaum buruh. Soal kesejahteraan buruh ini sulit dipecahkan, masing-masing pihak memiliki kepentingan sendiri.
Pengusaha tentu ingin untung besar, negara menginginkan lapangan kerja sehingga tidak bisa berbuat apa-apa bahkan cenderung mengikuti keinginan pengusaha sedang buruh tidak punya kuasa.
Akhirnya buruh harus berjuang sendiri. Mestinya Negara/pemerintah jika berani dan betul-betul ingin memenuhi janji dan amanahnya pada buruh sangat bisa. Negara memiliki kuasa, namun pertanyaannya, beranikah Negara? itulah Kesejahteraan buruh yang sedang ditagih.