Frensia.id – “Kalau dia pulang ke Indonesia dia berbuat baik buat semua orang. Bukan jadi haji yang kabur, tapi yang mabrur.” ujar Gus Dur
Kelakar Gus Dur yang dilansir dari inilah.com tersebut tidak hanya sekedar kata-kata yang menyelipkan humor, namun memuat makna yang dalam dan pesan bisa diambil hikmahnya. Ungkapan yang memiliki korelasi dan kesinambungan dengan situasi saat ini —musim haji–.
Dari ungkapan Gus Dur tersebut, haji harus memuat dimensi kesalehan sosial. Menurut Gus Dur sebagaimana tertuang dalam study yang dilakukan Firdaus berjudul Tarekat Qadariyah Wa Naqsabandiyah: Implikasinya Terhadap Kesalehan Sosial disebutkan, kesalehan sosial sebuah bentuk kesalehan yang tidak hanya ditandai dengan rukuk, sujud, puasa atau sholat semata.
Melainkan, juga berbentuk cucuran keringat seseorang yang berwujud praksis dalam kehidupan riil sehar-hari. Sebuah kesalehan yang ditandai dengan seberapa peka (sense) dan empati dalam memberikan solusi bagi persoalan sosial yang ada disekitarnya.
Sederhananya, kesalehan sosial dalam kacamata Gus Dur merupakan aktualisasi iman dalam praktis kehidupan sosial kemanusiaan. Memberikan kemanfaatan yang bisa dirasakan oleh masyarakat umum, berbeda kesalehan individu yang manfaatnya hanya kembali pada diri sendiri.
Begitu halnya dalam konteks ibadah haji. Titel haji mabrur menjadi doa dan harapan setiap orang yang melaksanakannya, sebab haji yang mabrur yang mendapat balasan yang istimewa dari Allah swt.
Menurut Gus Dur, mabrur itu jika setibanya dari haji di masyarakat memberikan kebaikan bagi semua orang. Sehingga oran tidak kabur, kelakar Gus Dur bukan haji yang kabur tapi haji yang mabrur.
Spirit kemanusiaan Gus Dur dalam ungkapan tersebut jika dicermati, memilki kesesuaian dengan hadis Rasulullah mengenai tanda haji mabrur.
Dilansir dari NU Online Rasulullah saw menjanjikan ganjaran surga bagi jamaah haji mabrur sebagai balasannya. Rasulullah Saw juga menyebutkan tanda haji mabrur.
Dari sahabat Jabir bin Abdillah ra, dari Rasulullah saw, ia bersabda, ‘Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga.’ Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik,.
(HR Ahmad, At-Thabarani, Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Pada riwayat Ahmad dan Baihaqi, ‘Memberikan makan kepada orang lain dan menebarkan salam,’” (Al-Mundziri, 1998 M/1418 H: II/72).
Penanda mabrurnya haji seseorang dalam hadis diatas selepas dari hajinya senantiasa menolong, membantu orang lain khususnya kebutuhan elementer serta menebarkan kasih sayang.
Bagi Gus Dur, semua itu bisa digapai dengan menghilangkan kesombongan diri saat berhaji di padang arafah. Dan itu harus berdampak pada prilakunya sesuai berhaji. (*)
*Moh. Wasik (Penggiat Filsafat Dar al Falasifah)