Frensia.id- Prabowo Subianto, Calon Presiden 02 yang hari ini berpasangan dengan putra Jokowi, ternyata keturunan seorang cendekiawan. Nama ayahnya adalah Sumitro Djojohadikusumo. Ia merupakan seorang guru besar ilmu ekonomi. Bukan hanya ahli teori, namun juga memiliki kontribusi penting dalam pengembangan perjalanan sejarah bansa ini.
Ada beberapa fakta menarik terkait dengan historis hebat ayahnya Prabowo ini. Nomer lima mencengangkan;
- Berasal dari Keluarga Ningrat dan Bapaknya Juga Pakar Ekonomi
Sumitro lahi pada 29 Mei 1917 dari keluarga kaya Jawa, atau dalam istilah lain dapat disebut ningrat. Ia merupakan akan putra sulung dari Margono Djojohadikusumo. Bapaknya ini merupakan pegawai tingkat menengah dalam pemerintahan kolonial. Dan belakangan dikenal sebagai pendiri Bank Indonesia.
Selaku keluarga ningrat, tentu ia memiliki akses pendidikan yang mudah bahkan istimewa. Ia memiliki akses untuk melanjutkan pendidikan tinggi ekonomi di negara Belanda. Pada tahun 1935 di diterima sebagai mahasiswa Nederlandsche Economische Hogeschool Roterdam.
Saat tidak banyak seorang pribumi yang dapat memiliki akses pendidikan tinggi, apalagi di Eropa. Sumitro tentu sangat beruntung. Apalagi juga diceritakan, ia bukan hanya menempuh studi ekonomi, namun berksempatan untuk belajar filsafat di Universitas Paris. Tidak heran, jika beberapa menteri di era orde baru pernah tercatat pernah berguru padanya.
- Menjadi Anggota Delegasi Belanda di PBB
Seusai perang dunia, dilansir dari laman tempo, dia dipilih sebagai perwakilan Hindia Belanda dalam musyawaraha keamananan dunia PBB di London. Tempatnya pada bulan Januari 1946. Walaupun demikian beredar catatan sejarah bahwa sebenarnya didelegasikannya dia menjadi perwakilan di PBB, ada kepentingan Belanda untuk memberikan kesan positif. Kepentingan ini tidak sukses, Sumitro dikecewakan, itu sebabnya dia kembali ke Indonesia.
- Dipercaya jadi Mendag dan Industri
Ia juga tercatat pernah dipercaya sebagai Menteri Perdagangan dan Industri. Saat itu yang berkuasa adalah Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipimpin Sjahrir. Saat menjabat Sumitor fokus pada program industrialisasi.
Program ini kala itu ditolak oleh Menteri Keuangannya, Syafruddin Prawiranegara. Menteri keuangan lebih sepakat pada sektor pertanian dari industri. Dua tokoh ini seringa berdebat. Mulai dari masalah industri hingga tentang rencana penghemat anggaran negara yang dicanangkan oleh Prawiranegara. Walaupun sering berbeda, keduanya tanpa searah dalam investasi asing sebagai modal pengembangan ekonomi negara. Gagasan kedunya yang banyak ditentang tokoh-tokoh ekonomi lain kala itu.
- Menjadi Menteri Keuangan
Soemitro juga pernah dipercaya menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Wilopo. Kementerian Kala itu para stafnya banyak yang berasal dari pegawai berkebangsaan Belanda. Menurut Sumitro, para pegawai Belanda hanya ahli administrasi, namun tidak memiliki kemampuan dalam ilmu ekonomi. Berasarkan pada kompetensi yang dianggap kurang memadai, akhirnya ia mewajibkan semua anggota dewan direksi BI berkebangsaan Indonesia. Ini cikap bakal terjadinya nasionalisasi Bank Indonesia pertama.
Selain itu gagasan Sumitro saat menjadi mentri keuangan adalah program unggulannya terkait dengan dafisit dan inflasi keuangan negara. Hal ini terjadi pada masa kabinet Burhanuddin. Ia tampil sebagi pahlawan dalam mengendalikan defisit dan inflasi ekonomi yang sedang terjadi.
- Pernah Anti Pemerintah dan Sukses Menggulingkan
Tindakan anti pemerintah ini berhubungan dengan sejarah pemberontakan PRRI. Dikisahkan bahwa Soekarno yang kala itu Pro Partai Komunis Indonesia (PKI) begitu benci pada ekonom-ekonom yang pernah belajar di Barat. Salah satunya adalah Sumitro. Kemiskinan di Indonesia kala itu dianggap disebabkan oleh masuknya investor asing. Masuk investor ini dianggap karena kebijakan Soemitro. Ia pun dituduh korupsi. Akhirnya ia lari ke Sumatra.
Menurut pendapat Mzarek, Soemitro bergabung dengan gerakan anti pemerintah. Walaupun pernah dibujuk oleh politisi PSI, namun tekadnya sangat bulat untuk terus berbeda dengan Presiden. Pada akhirnya, ia bekerja sama dengan Amerika serikat yang sangat anti pada komunisme untuk melakukan gerakan. Namun gerakan itu tidak berhasil. Ia pun lari ke Eropa untuk mencari keamanan.
Ia baru pulang dari pelarianya, pasca tumbang kepemimpinan Soekarno. Kala itu Soerhato membantunya. Setibanya di Indonesia, ia kembali menjadi menteri. Pada kabinet pembengunan pertama, ia menjadi menteri perdagangan dan industri. Sedangkan pada kabinet pembangunan kedua ia menjadi menteri riset.