Frensia.id – Dua akademisi dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menelaah kembali kasus hukum yang menimpa Nenek Asyani di Situbondo.
Hasil penelitian mereka merekomendasikan perbaikan sistem hukum di Indonesia agar lebih adil dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.
Dua akademisi tersebut, Aninda Putri Sarwandari dan Agus Machfud Fauzi, mengkaji kasus ini dalam penelitian yang diterbitkan dalam Media Hukum Indonesia (MHI) dari Yayasan Daarul Huda Krueng Mane pada tahun 2024.
Mereka menyoroti bahwa meskipun penerapan hukum dalam kasus Nenek Asyani secara normatif telah sesuai dengan aturan yang berlaku, pendekatan sosiologisnya masih belum ideal.
Penelitian ini menekankan bahwa sistem hukum yang diterapkan dalam kasus Nenek Asyani cenderung mengabaikan aspek sosial dan kondisi khusus dari pelaku.
Seharusnya, penegakan hukum tidak hanya mempertimbangkan aspek formal, tetapi juga harus memperhatikan konteks sosial yang melingkupinya.
Para peneliti merekomendasikan pendekatan teori keadilan komutatif seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles. Teori ini berorientasi pada pemulihan keseimbangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu sengketa.
Dalam konteks kasus Nenek Asyani, pendekatan ini bukan hanya soal memberikan sanksi, tetapi lebih menitikberatkan pada pengembalian kondisi yang adil bagi semua pihak.
Dengan menggunakan pendekatan ini, hukum tidak hanya bersifat represif tetapi juga memiliki peran solutif. Artinya, penyelesaian kasus hukum harus mengedepankan aspek keadilan sosial dan mempertimbangkan dampak yang dialami oleh pihak-pihak yang terlibat. Dalam hal ini, kondisi sosial dan ekonomi Nenek Asyani yang berada dalam posisi rentan seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam proses hukum.
Penelitian ini juga menyoroti pentingnya hukum progresif yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, terutama kelompok rentan. Sistem hukum yang terlalu kaku dalam menerapkan aturan tanpa melihat kondisi sosial dapat menimbulkan ketidakadilan.
Oleh karena itu, diperlukan reformasi hukum yang lebih humanis dan inklusif.
Dalam jangka panjang, penerapan teori keadilan komutatif diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat rasa keadilan dalam sistem hukum Indonesia.
Selain itu, pendekatan ini juga dapat memperbaiki persepsi masyarakat terhadap sistem hukum dan meningkatkan kepercayaan terhadap institusi hukum di Indonesia.
Kasus Nenek Asyani menjadi contoh nyata bagaimana hukum seharusnya tidak hanya mengedepankan formalitas aturan, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan berorientasi pada keadilan substantif, sistem hukum di Indonesia dapat lebih responsif terhadap realitas sosial dan kebutuhan masyarakat.
Hukum yang adil dan berpihak pada kemanusiaan tidak hanya akan menciptakan harmoni sosial, tetapi juga memperkuat legitimasi hukum sebagai instrumen utama dalam menciptakan keadilan.
Penelitian yang dilakukan oleh akademisi UNESA ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi perbaikan sistem hukum di Indonesia menuju arah yang lebih berkeadilan dan berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan.