Alexander The Great Dilema, Komandannya Banyak yang Membelot, Begini Nasihat Aristoteles

Ilustrasi Alexander The Great Menunggang Kuda (Sumber: Pixabay)

Frensia.id- Namanya sudah mulai tersisih dalam panggung sejarah, kalah tenar dan populer dengan orang seperti Adolf Hitler, Napoleon Bonaparte, Lenin, Stalin, Donald Trump hingga Kim Jong un.

Meski demikian, buku-buku sejarah pernah mencatat sosoknya, sebagai penguasa, yang mana wilayah kekuasaannya membentang dari seluruh daratan Yunani di Balkan selatan hingga perbatasan barat laut India dan sebagian wilayah Afghanistan modern. Dia adalah Alexander The Great dari Makedonia, sebuah wilayah yang terletak di pinggiran Yunani.

Ia meneruskan tahta ayahnya pada usia 20 tahun, setelah tewas dibunuh pada pernikahan Cleopatra. Sebenarnya masa berkuasanya tidak lah lama, hanya sekitar 13 tahun, dalam rentang waktu antara 323 SM – 336 SM.

Bacaan Lainnya

Ambisi kekuasaan yang menggebu-gebu menyebabkan masa singkat tersebut digunakan untuk melakukan kampanye militer. Dia tidak pernah terkalahkan dalam pertempuran dan masyhur sebagai komandan militer tersukses dalam sejarah.

Tidak diragukan lagi, sebagai seorang putra mahkota, Alexander muda mendapatkan pendidikan yang dibilang sangat layak. Ia dididik oleh salah seorang filosof terkemuka Yunani, Aristoteles. Hingga usianya mencapai 16 tahun.

Hubungannya dengan sang guru tidak berhenti sampai disitu, pada waktu ia menginvasi negara-negara di Asia hingga mencapai India, Alexander mendapati bahwa para petinggi-petinggi wilayah yang ia beri mandat untuk mengelola wilayah tersebut justru membelot ingin melepaskan diri dari cengkeraman kekuasaannya, sebagai negara yang mandiri.

Ia merasa dilema, hal ini dikarenakan di satu sisi apabila mencopot jabatan para petinggi tersebut dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan dan perlawanan dari para loyalisnya, akan tetapi apabila dibiarkan begitu saja, maka beberapa negara akan mendeklarasikan kemerdekaannya masing-masing.

Karena kewalahan mengurus pejabat-pejabat negaranya, maka putra Philipus II tersebut mengutus seseorang menghadap kepada sang guru, Aristoteles. Untuk mendapatkan solusi dari problematika tersebut.

Untung-untung mendapatkan jawaban yang jelas, utusan tersebut di bawa oleh sang Filosof memasuki sebuah kebun. Kemudian ia memerintahkan utusan itu mencabuti pohon-pohon sampai ke akarnya, lalu tempatnya digunakan untuk menanam pohon-pohon kecil.

Jelas sekali utusan tersebut tidak faham dengan apa yang dimaksud, ia pulang menghadap dengan membawa cerita sebagaimana yang ia alami.

Seketika Alexander mengerti apa yang dimaksud oleh gurunya. Ia lantas memecat para pejabat-pejabat yang ingin membelot, lalu digantikan oleh anak-anaknya. Dapat dimengerti bahwa kesetiaan kepada seorang raja lebih diutamakan daripada pengalaman mengelola dan menangani tugas-tugasnya.