Frensia.id – Hamba teknologi dan mentuhankan teknologi, ungkapan yang tepat untuk menggambarkan realitas manusia saat ini – meski tidak semua, namun adalah realitas kebanyakan–.
Teknologi telah berhasil menggeser posisi Tuhan atau setidaknya berhasil menyita waktu manusia yang lebih banyak dengan dirinya dari pada waktu bermesraan dengan Tuhannya.
Tuhan hanya disapa diwaktu-waktu tertentu degan waktu yang sangat relatif singkat dan itupun kalau disapa, kadang tidak disapa sema sekali.
Ironisnya, Tuhan hanya disapa, dipuja-puja, disanjung saat realitas hidup tidak lagi bersahabat dengan manusia. Disaat itulah Tuhan benar-benan dihadirkan dalam kehidupannya. Selebihnya terkadang tidak merasakan kehadiran Tuhan.
Justru teknologi yang benar-benar dianggap ada dan sering disapa. Teknologi yang menggeser posisi Tuhan itu saat ini kecanggihan ponsel. Kecanggihan ponsel dari tahun ke tahun hingga hari ini terus menawarkan fitur-fitur yang menggiurkan.
Sehingga membuat manusia tak bosan berkantor di ponselnya meski 24 jam. Realitas ini digambarkan oleh Joko Pinurbo atau Jokpin dalam puisinya berjudul Doa orang Sibuk yang 24 Jam Sehari Berkantor di Ponselnya
Tuhan, Ponsel saya rusak dibanting gempa.
Nomor kontak saya hilang semua.
Satu-satunya yang tersisa ialah nomor-Mu.
Tuhan berkata :
dan itulah satu-satunya nomor yang tak pernah kausapa.
Puisi karya Jokpin ini masih lekat hingga hari ini, apalagi besok dan masa-masa yang mendatang. Disaat teknologi meretas dan menyuguhkan kecanggihan yang tak terjamah hari ini.
Puisi ini menggambarkan manusia yang selalu sibuk dan fokus dengan ponselnya diibaratkan dengan orang yang sedang kerja di kantor, ia sibuk dan fokus dengan pekerjaannya. Waktu 24 jam menggambarkan tidak adanya waktu, semua tersita dengan ponselnya.
Doa orang Sibuk karya Jokpin ini menggambarkan realitas manusia saat ini. Sebuah realitas apa yang disebut dengan alienasi Tuhan. Tuhan terasa asing bagi manusia tergeser oleh teknologi (ponsel).
Keterasingan Tuhan bagi manusia itu tergambar dengan ungkapan satu-satunya nomor yang tak pernah kausapa. Ponsel atau fitur kecanggihannya yang menyita waktu manusia untuk menyapa Tuhan.
Padahal manusia oleh Karen Amstrong dalam A History oh God : 4000 Year Quest of Judaism, Cristianity and Islam digambarkan homo religius dimana manusia tidak hanya menghadirkan Tuhan dalam ritus keagamaan an-sich. Namun dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari Tuhan turut dihadikan.
Lewat puisinya “Doa orang Sibuk” Jokpin menggambarkan realitas teknologi menjadikan manusia bertuhan atau bergantung bukan pada Tuhannya. Ponsel telah membuat manusia meniadakan dirinya dan — bahkan– Tuhannya.
Tuhan tidak melarang dengan teknologi bahkan Tuhan menganjurkannya. Melupakan dan tidak menyapa Tuhan karena ponsel atau teknologi itulah pantangannya. Sebab manusia itu Homo religius bukan homo technologius.
Selamat jalan Jokpin, maha karya mu abadi dan inspirasi bagi kami.