Antropolog Northeastern University, Sebut Gaya Politik Presiden Pasca Jokowi, “Imut”

Senin, 30 September 2024 - 11:00 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Antropolog Northeastern University, Sebut Gaya Politik Presiden Pasca Jokowi, “Imut” (Sumber: Frensia/Ilustrasi)

Gambar Antropolog Northeastern University, Sebut Gaya Politik Presiden Pasca Jokowi, “Imut” (Sumber: Frensia/Ilustrasi)

Frensia.id- Antropolog dari kampus Boston, Northeastern University, melihat hal-hal “Imut” yang terjadi pada proses pemilihan presiden pasca Joko Widodo (Jokowi).  Bahkan ia menyebutnya, sangat imut.

Namanya, Doreen Lee. Guru besar antropologi sosial budaya ini menulis riset dalam bentuk jurnal dengan judul, “Ferociously Cute: Indonesian Politics after Jokowi”. Hasilnya telah terbit dalam University of California Press pada tahun 2024 ini.

Ia melihat realitas kampanye pemilihan presiden Indonesia tahun 2024 menghadirkan dinamika politik yang kompleks. Utamanya dengan terbentuknya aliansi antara petahana Joko Widodo (Jokowi) dan mantan pesaingnya, Prabowo Subianto.

Dalam langkah strategis yang cukup mengejutkan, Prabowo, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, memilih putra Jokowi sebagai calon wakil presiden. Keputusan ini mencerminkan kekuasaan dinasti yang semakin kuat, dan langkah tersebut tidak luput dari kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama yang mengkhawatirkan potensi pengulangan praktik politik oligarki yang telah menjadi ciri khas Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.

Kritik utama yang muncul adalah terkait hubungan Prabowo dengan rezim Orde Baru, yang dikenal otoriter dan memiliki catatan buruk dalam pelanggaran hak asasi manusia. Banyak yang mempertanyakan, apakah aliansi ini mencerminkan kemunduran dalam prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan setelah jatuhnya Orde Baru.

Baca Juga :  KH Said Aqil Sirajd Tak Sehebat Gus Dur, Kalah Hadapi Cawe-cawe Jokowi di NU

Penegasan kekuasaan dinasti melalui pencalonan putra Jokowi dianggap sebagai langkah regresif yang bisa menghambat peluang calon-calon baru yang lebih progresif dan inovatif dalam membawa perubahan bagi masyarakat.

Dalam upaya mengubah citranya, Prabowo berusaha menampilkan sosok yang lebih bersahabat. Ia memperkenalkan sejumlah program menarik, salah satunya adalah janji memberikan makan siang gratis di sekolah-sekolah, yang secara langsung menyasar kebutuhan dasar masyarakat, terutama anak-anak.

Melalui strategi ini, Prabowo berusaha menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan rakyat dan berkomitmen untuk melanjutkan program-program yang telah sukses diterapkan oleh pemerintahan Jokowi sebelumnya. Dengan persona baru yang lebih “imut” dan ramah, Prabowo ingin meredakan ketegangan yang muncul dari masa lalu politiknya yang kontroversial.

Namun, meskipun ada upaya tersebut, ambiguitas dalam demokrasi Indonesia semakin terlihat. Sejak berakhirnya era Orde Baru, Indonesia telah mengharapkan transformasi ke arah sistem politik yang lebih inklusif dan transparan.

Baca Juga :  Bupati dan Wakil Bupati Jember Dikabarkan Tak Harmonis, Begini Kata Ketua Fraksi Nasdem DPRD Jember

Kemitraan antara Jokowi dan Prabowo, dua sosok yang memiliki latar belakang berbeda namun saling melengkapi dalam kekuasaan, justru menciptakan kesan bahwa politik masih didominasi oleh elite yang memiliki koneksi kuat dan warisan politik yang sulit diubah.

Banyak kritik yang muncul mengkhawatirkan bahwa aliansi ini dapat menciptakan oligarki yang mengancam keberagaman dalam sistem politik, mengurangi pilihan rakyat, dan mengekang suara-suara alternatif yang lebih progresif. Dalam konteks ini, tantangan bagi demokrasi Indonesia adalah bagaimana menciptakan ruang bagi calon-calon baru yang bisa menawarkan solusi dan ide-ide segar, serta mengatasi warisan politik yang terus membayangi.

Pada intinya, Doreen melihat ada indikasi ketegangan antara harapan masyarakat akan perubahan dan realitas politik yang sering kali kembali ke pola-pola lama.

Dengan pengaruh dinasti yang semakin kuat dan ketidakpastian tentang masa depan demokrasi, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apakah rakyat Indonesia akan mampu menemukan jalan untuk memperjuangkan aspirasi mereka.

Follow WhatsApp Channel frensia.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Baca Lainnya

Gaya Debat Gibran, Dikaji Akademisi Dari Sudut Pandang Retorika Aristoteles
Gaya Komunikasi Gibran, Dikaji Sejumlah Peneliti
Banyak Jalan Rusak di Kabupaten Jember, Bupati Fawait akan Lakukan Perbaikan Jalan Mulai Minggu Ini
Mengesankan! Pemprov Jatim Jadi Pelopor Kuliah Gratis, Telah Diikuti Ribuan Mahasiswa
DPR RI Dengar Aspirasi Jurnalis, Gus Khozin Soroti Pemerintahan Daerah hingga Reforma Agraria
DPR Desak PTPN XII Segera Perbaiki Jalan Rusak di Jember
Gus Rivqy Dukung Rencana Prabowo Hapus Kuota Impor, Usul Cabut Permendag 8/2024
KH Said Aqil Sirajd Tak Sehebat Gus Dur, Kalah Hadapi Cawe-cawe Jokowi di NU

Baca Lainnya

Minggu, 20 April 2025 - 14:33 WIB

Gaya Debat Gibran, Dikaji Akademisi Dari Sudut Pandang Retorika Aristoteles

Minggu, 20 April 2025 - 13:58 WIB

Gaya Komunikasi Gibran, Dikaji Sejumlah Peneliti

Senin, 14 April 2025 - 23:05 WIB

Banyak Jalan Rusak di Kabupaten Jember, Bupati Fawait akan Lakukan Perbaikan Jalan Mulai Minggu Ini

Senin, 14 April 2025 - 17:27 WIB

Mengesankan! Pemprov Jatim Jadi Pelopor Kuliah Gratis, Telah Diikuti Ribuan Mahasiswa

Minggu, 13 April 2025 - 19:17 WIB

DPR RI Dengar Aspirasi Jurnalis, Gus Khozin Soroti Pemerintahan Daerah hingga Reforma Agraria

TERBARU

Gambar Gaya Komunikasi Gibran, Dikaji Sejumlah Peneliti (Sumber: Frensia Grafis)

Politia

Gaya Komunikasi Gibran, Dikaji Sejumlah Peneliti

Minggu, 20 Apr 2025 - 13:58 WIB