Frensia.id- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) selalu lengkang dan umum diketahui akan melahirkan konflik di Masyarakat. Termasuk Pilkada yang terjadi di Jember. Semua mestinya dipersiapkan. Sayangnya, ada penelitian yang menyebut Penyelenggara Pilkada Jember tidak mampu tangani konflik yang ada. Hal demikian, merupakan kondisi berbahaya beberapa pihak perlu waspada.
Edhi Siswanto, seorang akademisi dari Program Studi Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jember, telah melakukan penelitian yang mengkaji berbagai ragam konflik yang terjadi selama Pilkada. Hasil penelitiannya telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Politico pada tahun 2017 dengan judul “Conflict of Election For District Head of Jember In 2015”.
Sebagaimana yang diwartakan Frensia.id sebelumnya, bahwa Pilkada Jember seringkali menjadi momen yang memicu potensi konflik di masyarakat. Edhi memberi catatan bahwa Jember di Jawa Timur memiliki peran penting dalam dinamika politik regional.
Jember dikenal sebagai pusat barometer politik di wilayah timur Jawa Timur, yang artinya setiap peristiwa politik yang terjadi di sana tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga menarik perhatian dari daerah-daerah sekitarnya. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan kepentingan politik yang terlibat di wilayah tersebut. Dengan demikian, perjalanan politik di Jember menjadi sorotan utama dalam politik Jawa Timur secara keseluruhan.
Setidaknya, ada 9 bentuk konflik yang ditemukan oleh Edhi. Kesembilan hal tersebut adalah Konflik Pencalonan Faidah-Muqit, Kampanye Hitam, KPU dianggap Kurang transparan, penundaan hasil, gugatan hasil, KPU diminta mundur, KPU tak hadiri sidang, hingga digugat ke PTUN.
Sebenarnya, masih menurut Edhi, penyelenggara pemilu telah melakukan upaya untuk menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi. Beberapa upaya yang dilakukan misalnya, pemetaan daerah-daerah yang rentan terhadap konflik, kegiatan pemantauan untuk mendeteksi potensi konflik, serta koordinasi antara berbagai pihak terkait dalam penyelenggaraan Pilkada.
Meskipun demikian, upaya-upaya tersebut ternyata tidak mampu sepenuhnya mengatasi atau mencegah terjadinya konflik. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan yang terlibat dalam mengelola proses demokrasi, terutama dalam konteks yang memiliki dinamika politik yang kompleks seperti yang terjadi di Jember.
Jadi, untuk Pilkada mendatang, Edhi menyarankan beberapa pihak yang berwenang dalam partai politik dan para calon untuk tidak melakukan hal yang melanggar aturan pemilihan. Begitupun KPU Jember, juga disarankan untuk lebih transparan.