Frensia.id – Buku Binatangisme, terjemahan Mahbub Djunaidi dari Animal Farm karya George Orwell merupakan sebuah sajian satir politik yang tak lekang oleh waktu.
Binatangisme terbit pertama kali pada 1983 oleh penerbit IQRO Bandung, karya ini muncul di tengah situasi politik Indonesia yang penuh tekanan di era Orde Baru.
Mahbub Djunaidi, seorang kolumnis ternama dengan gaya humornyad dan bahasa yang tajam, membawa semangat perlawanan terhadap otoritarianisme melalui terjemahan ini.
Buku Animal Farm yang pertama kali diterbitkan pada 1945, awalnya kurang mendapat perhatian.
Belakangan dunia menyadari bahwa novel ini bukan sekadar kisah dongeng tentang hewan, melainkan alegori tajam terhadap kekuasaan otoriter, khususnya sebagai kritik terhadap rezim totaliter Uni Soviet di bawah Joseph Stalin.
Melalui cerita tentang pemberontakan hewan di Peternakan Manor yang akhirnya berubah menjadi rezim baru yang sama represifnya, Orwell menguliti ironi revolusi yang melahirkan penindasan baru.
Mahbub Djunaidi menyadari kekuatan simbolik ini dan menerjemahkannya ke dalam konteks Indonesia dengan cerdik.
Berbeda dengan terjemahan pertama oleh Joesoef Souyb pada 1963 yang berjudul Kisah Pertanian Hewan, Mahbub memilih pendekatan yang lebih bebas.
Ia kemudian memberi judul Binatangisme, sebuah istilah yang langsung mengarah pada filsafat politik hewan dalam cerita tersebut.
Gaya terjemahan Mahbub tidak terikat secara harfiah pada teks asli, tetapi lebih pada esensi makna yang dibalut dengan karakter tulisan khasnya.
Mahbub menyuntikkan gaya bahasa khas Indonesia, membuat kisah ini terasa akrab bagi pembaca lokal.
Dialog-dialognya hidup, penuh humor sinis yang kontekstual dengan situasi politik saat itu, menjadikan pembaca seolah menikmati karya yang ditulis langsung oleh penulis Indonesia.
Meskipun demikian, ada konsekuensi dari terjemahan kebebas ini, yakni beberapa puritan sastra mungkin menganggap bahwa terjemahan Mahbub kurang berpedoman pada naskah asli.
Namun, justru itulah yang menjadi kelebihan, Binatangisme bukan sekadar terjemahan, tetapi adaptasi yang relevan dan menyegarkan.
Terjemahan ini memperkuat pesan universal Orwell tentang bahaya absolutisme dan penyelewengan kekuasaan.
Mahbub berhasil menjembatani kritik Orwell kepada generasi pembaca Indonesia, menjadikan Binatangisme bukan hanya bacaan wajib bagi penikmat sastra, tetapi juga refleksi kritis terhadap kekuasaan di setiap era.
Dengan gaya yang satire dan penuh parodi, Binatangisme tetap menjadi karya yang relevan, mengingatkan kita bahwa perjuangan melawan tirani adalah kisah yang terus berulang.
Melalui buku terjemahan ini, Mahbub Djunaidi membuktikan bahwa sastra bisa menjadi senjata perlawanan yang ampuh.