FRENSIA.ID – Transformasi sebuah institusi pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), dari status Institut menjadi Universitas bukanlah sekadar pergantian papan nama. Di balik perubahan status IAIN Jember menjadi Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, tersimpan perjuangan panjang, strategi matang, dan keterlibatan banyak pihak yang jarang terekspos ke publik. Salah satu elemen paling krusial dalam sejarah transformasi ini ternyata adalah peran strategis para alumninya. Fakta menarik ini diungkap secara mendalam oleh Dr. Khalilur Rahman, Direktur Pascasarjana Universitas Islam Ibrahimy (UNIIB) Banyuwangi.
Sebagai seorang akademisi yang juga merupakan jebolan program pascasarjana UIN KHAS Jember, Khalilur Rahman memiliki perspektif unik dalam melihat almamaternya. Melalui riset akademis yang diterbitkan dalam jurnal bergengsi Fenomena pada tahun 2021, ia membongkar bagaimana rumitnya proses alih status yang dialami oleh PTKIN di Indonesia. Ia menyoroti bahwa gelombang perubahan status—di mana delapan STAIN bersiap menjadi IAIN dan sembilan IAIN, termasuk Jember, bermetamorfosis menjadi UIN—adalah sebuah tantangan berat yang tidak mungkin berhasil tanpa fondasi yang kuat.
Dalam kajiannya yang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berbasis kepustakaan (library research), Khalilur Rahman menemukan bahwa keberhasilan UIN KHAS Jember melakukan transformasi tidak lepas dari penerapan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom). Ia menjabarkan bahwa proses ini dibangun di atas tiga pilar utama: penghargaan mendalam terhadap sejarah institusi, penegasan paham keagamaan yang moderat, serta penguatan azas yang menjadi identitas kampus. Ketiga hal inilah yang membuat UIN KHAS Jember tidak kehilangan jati dirinya meski telah berganti “jubah” menjadi universitas yang lebih besar.
Namun, temuan paling menarik dari penelitian ini terletak pada bedah peran alumni, khususnya para lulusan program doktoral (S3). Khalilur Rahman menegaskan bahwa alumni bukan sekadar produk pendidikan yang kemudian lepas tangan, melainkan aset hidup yang bergerak di tengah masyarakat. Dalam hasil risetnya, ia mengklasifikasikan peran alumni UIN KHAS Jember ke dalam empat fungsi vital yang saling berkaitan.
Pertama, alumni bertindak sebagai katalisator yang mempercepat laju perubahan dan adaptasi institusi di tengah tuntutan zaman. Tanpa dorongan alumni, proses transformasi bisa berjalan lambat dan stagnan.
Kedua, alumni memosisikan diri sebagai kontributor aktif, baik dalam bentuk sumbangan pemikiran intelektual maupun dukungan sumber daya lainnya. Ketiga, mereka berperan sebagai pembentuk opini publik (public opinion). Di tengah masyarakat, alumnilah yang menjadi wajah kampus; narasi positif yang mereka bawa mampu membangun kepercayaan umat terhadap kualitas UIN KHAS Jember.
Terakhir, alumni berfungsi sebagai mover networking atau penggerak jejaring. Mereka membuka pintu kolaborasi, menghubungkan kampus dengan berbagai stakeholder, dan memperluas jangkauan pengaruh universitas hingga ke level yang lebih strategis. Kesimpulan dari kajian Direktur Pascasarjana UNIIB ini memberikan pesan kuat bahwa kemajuan UIN KHAS Jember hari ini adalah buah manis dari sinergi antara visi institusi dan militansi para alumninya di masyarakat.








